JAKARTA. Sampai Agustus 2008 ini, pemerintah mengaku telah berhasil merealisasikan pinjaman luar negeri sebesar 49,5% dari target sebesar US$ 3,6 miliar. Lima departemen dengan anggaran besar mendominasi penyerapan anggaran. Yakni Departemen Pekerjaan Umum (DPU), PT PLN, Depertemen Perhubungan, Departemen Pendidikan Nasional, dan Departemen Kesehatan
Direktur Pendayagunaan Pendanaan Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Benny Setiawan mengatakan, penyerapan pinjaman proyek pada tahun ini terkendala oleh kenaikan harga minyak mentah dunia. Lonjakan harga emas hitam ini membuat daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) dalam APBN P 2008 beberapa kali mengalami revisi."Meski kita mengalami keterlambatan, dan lamanya persetujuan lender, namun secara rata-rata cukup bagus," kata Benny di Jakarta, Rabu (17/9). Dari lima kementerian dan lembaga (K/L) yang mendominasi utang luar negeri tersebut, hanya Depkes yang penyerapannya di bawah 30%. Selain perubahan APBN, seretnya penyerapan juga disebabkan oleh lambatnya pembebasan lahan infrastruktur. Kata Joko, ketakutan pemimpin proyek untuk mengikuti arahan pemberi pinjaman (lender) juga ikut memberikan pengaruh. "Dalam peraturan mengenai pengadaan barang dan jasa, ada pasal yang mengatakan untuk pinjaman luar negeri kalau ada yang bertentangan dengan guide dari lender maka boleh mengikuti aturan lender tersebut. Namun banyak pimpro nggak berani. Misalnya untuk jumlah peserta tender," kata Joko Joko menghitung, jika realisasi penyerapan sampai Agustus 2008 sudah mencapai 49,5% dari target, maka sampai akhir tahun penyerapan utang bisa mencapai 80-90%. Data Bappenas menunjukkan, sejauh ini ada 5 departemen yang belum melakukan penarikan pinjaman. Yakni Kantor Menko Prekonomian (satu proyek), Departemen Kominfo (satu proyek), BRR (tiga proyek), RRI (satu proyek) dan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) satu proyek. Pinjaman proyek 2008, yang mencapai US$ 3,6 miliar ini, berasal dari JBIC sebesar US$ 1,45 miliar, Bank Dunia US$ 700 juta, ADB US$ 270 juta, pinjaman bilateral US$ 500 juta, KE US$ 490 juta, dan multilateral lain US$ 126 juta (IDB dan IFAD), termasuk pinjaman program US$ 400 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News