BEIJING. China saat ini dapat dikatakan kalah saing pada industri manufaktur global. Penyebabnya, kenaikan upah dan biaya energi menekan perekonomian China. Berdasarkan data The Boston Consulting Group yang dirilis Selasa (19/8), China merupakan satu dari sejumlah negara yang keuntungan biaya manufakturnya terhadap AS mulai menurun. Negara lain yang juga kalah bersaing di antaranya Brazil, Rusia, dan Czech Republic, dan Polandia. Di sisi lain, pertumbuhan gaji yang moderat serta rendahnya harga energi membuat AS dan Meksiko menjadi lokasi yang lebih menarik minat investor untuk tujuan manufaktur. Mengapa? Sebab, banyak pebisnis AS yang lebih suka untuk memproduksi barang yang dekat dengan tempat tinggal mereka ke depannya.
"Ini berarti, perusahaan akan memindahkan pabrik mereka dari nagara yang biaya operasionalnya mahal ke negara yang murah seperti AS," jelas Hal Sirkin, senior partner The Boston Consulting Group. Riset ini didukung oleh data terakhir yang dirilis pemerintah AS. Pada Juli lalu, tingkat produksi industrial di AS naik 0,4% untuk enam bulan berturut-turut. Sedangkan tingkat produksi manufaktur naik 1% pada Juli yang merupakan kenaikan terbesar sejak Februari lalu. "Dulu ada anggapan: Manufaktur lebih murah di Asia dan Amerika Selatan. Namun secara fundamental hal ini sudah bergeser," ujar Sirkin.