Barang mewah diincar pajak



JAKARTA. Inilah kiat praktis aparat pajak mengejar penerimaan: menurunkan kriteria jenis barang sangat mewah sehingga bisa memperluas jangkauan jaring pajak. Itulah gambaran yang tampak dalam  revisi aturan kriteria barang sangat mewah yang terkena pajak penghasilan (PPh 22) sebesar 5% dari harga jual.

Dengan kriteria baru ini, semakin banyak pembeli barang mewah terkena PPh 22 sebesar 5%. Pajak ini dikutip langsung oleh penjualnya saat transaksi. Oh ya, PPh 5% itu belum termasuk tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang tarifnya bervariasi dari 50%-125%.

Selain menurunkan kriteria barang sangat mewah, pemerintah menetapkan enam jenis barang sangat mewah yang dikenakan PPh 22 dari sebelumnya lima jenis barang. Satu tambahannya adalah kendaraan bermotor roda dua dan tiga yang harganya lebih dari Rp 300 juta per unit atau berkapasitas di atas 250 cc (lihat infografik).


Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 90/PMK.03/2015 tentang Perubahan Atas PMK No 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah. Aturan ini terbit 30 April 2015 dan berlaku mulai 1 Juni 2015.

Pemerintah menyatakan sudah berhitung cermat untuk menentukan kriteria baru ini.  "Batasan-batasan ini untuk mengurangi celah penghindaran pajak," tandas Mekar Satria Utama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Kamis (7/5).

Namun, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Tax Analysis Yustinus Prastowo, pesimistis cara ini  bisa mendongkrak penerimaan pajak. "Konsumennya hanya orang-orang tertentu saja," kata Yustinus. Lagi pula, barang sangat mewah yang berpotensi besar menambah penerimaan pajak ialah rumah.

Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Eddy Hussy,  menilai, kriteria baru properti sangat mewah yang terkena PPh 22 sebesar 5% sudah tidak sesuai zaman. "Kami meminta agar batasan dilonggarkan menjadi Rp 13 miliar mengingat inflasi yang terjadi," tandas Eddy. Itu sebabnya, dia khawatir aturan ini makin memukul industri properti yang sedang lesu.

Djonnie Rahmat, Presiden Direktor PT Mabua Motor Indonesia, juga keberatan dengan aturan ini. Sebab, masuknya motor seharga di atas Rp 300 juta sebagai sasaran baru pajak barang mewah akan kian menekan pasar motor besar yang sedang lesu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto