Barantan: Potensi kerugian perdagangan ilegal capai 9,38 triliun per tahun



KONTAN.CO.ID - BOGOR. Perdagangan ilegal memiliki banyak kerugian yang ditimbulkan, tidak hanya bagi negara yang melakukan ekspor, namun juga pengimpor komoditas terebut.

Banun Harpini, Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian di Bogor, Senin (20/11) menyebutkan berbagai ancaman virus dan infeksi baik yang ditularkan ke manusia dan lingkungan berpotensi merugikan miliaran bahkan triliunan uang negara.

“Melalui perdagangan ilegal maka potensi kerugiannya bisa mencapai 9,38 triliun rupiah per tahun,” kata Banun.


Ia menjelaskan, ada bahaya mengintai di balik hobi sebagian masyarakat pecinta satwa ini yang masih saja memperdagangkan dengan cara ilegal. Tahun ini 240 benih bawang putih impor bervirus di Medan yang berhasil di cegah penggunaannya.

Penelitian yang diperoleh jika potensi bawang putih sempat ditanam di atas lahan 240 ha, maka kerugian negara dapat mencapai Rp 50,4 miliar.

Sebagai penghasil sawit dan karet dunia, Barantan memberi perhatian khusus pada pencegahan masuk dan tersebarnya penyakit pada tanaman ini. Karet, dengan musuh hama penyakit utama SALB (South American Leaf Blight).

“Perhitungan ekonomi jika hama ini masuk ke negara kita adalah potensi hilangnya hasil per ha sebesar 35% sampai 100% akibat serangan SALB. Nilai potensi akibat kerugian ekonomi akibat serangan SALB adalah Rp 23 triliun sampai dengan 66 triliun,” jelasnya.

Untuk hama penyakit pada Sawit adalah Lethal Yellowing (LY), yang sangat dijaga invasi masuknya dari luar Indonesia. Perhitungan potensi kehilangan hasil per ha 50% sampai 80% akibat serangan LY, dengan potensi nilai kerugian ekonomi akibat serangan LY adalah Rp 85 triliun sampai Rp 135 triliun.

“Jangan pernah bermimpi menjadi lumbung pangan dunia di tahun 2045, apabila Indonesia tidak bisa menjaga kelestarian sumber daya alam hayati, dari masuknya berbagai hama dan penyakit tumbuhan maupun hewan eksotik ke negara kita," tegas Banun.

Barantan senantiasa melakukan berbagai upaya dalam memitigasi dan mengendalikan resiko yang dimulai sejak di pre-border, tempat pemasukan dan dalam pemantauan pasca masuk.

Sebagai negeri kaya biodiversitas, Indonesia merupakan negara terbesar kedua di dunia setelah Brazil, dengan ribuan varietas/spesies tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan hewan serta 919 jenis tumbuhan dan satwa liar (TSL) masing-masing 794 satwa dan 126 tumbuhan.

“Saat ini varietas /species ini masih bebas dari Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) yaitu 65 jenis dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) sebanyak 692 jenis,” ungkapnya.

Tugas mencegah Penyakit Hewan dan Tumbuhan tidak semata hanya penegakan peraturan, namun termasuk perlindungan sumber daya genetik serta mencegah kerugian ekonomi yang besar.

“Sebagai contoh risiko masuknya penyakit mulut dan kuku lewat daging ilegal atau penyakit flu burung lewat pemasukan burung ilegal. Tercatat kerugian akibat flu burung mencapai 4,1 triliun rupiah selama 3 tahun (2004-2007) kasus di Indonesia dan bahkan belum dinyatakan bebas oleh organisasi kesehatan dunia, OIE,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto