Barito Pacific mengincar dana rights issue Rp 10,25 triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah situasi pasar yang kurang kondusif, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) tetap menggelar rights issue. Alhasil, dana yang dihimpun dari aksi korporasi itu kemungkinan tidak maksimal.

BRPT akhirnya menetapkan harga pelaksanaan rights issue mepet di rentang bawah, Rp 2.330 per saham. Sekadar mengingatkan, emiten ini menawarkan harga rights issue pada kisaran Rp 2.300 hingga Rp 3.300 per saham.

Manajemen BRPT menetapkan harga pelaksanaan rights issue tersebut setelah melihat kondisi pasar domestik maupun internasional. "Pasar kurang baik, uang pulang kampung semua ke AS," ujar Direktur Utama BRPT Agus Salim Pangestu, kepada KONTAN, Rabu (23/5).


Meski begitu, harga pelaksanaan itu masih tergolong premium, lantaran masih di atas harga pasar saat ini. Kemarin, harga saham BRPT ditutup menguat 6,54% menjadi Rp 2.280 per saham.

BRPT juga menurunkan atau downsize jumlah saham rights issue BRPTSebelumnya, BRPT ingin merilis maksimal 5,6 miliar saham. Kini jumlahnya turun menjadi 4,39 miliar. Sehingga, BRPT akan meraup dana Rp 10,25 triliun melalui aksi korporasi tersebut.

Setiap pemegang 63 saham lama BRPT yang tercatat hingga 5 Juni 2018 berhak atas 20 hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). Setiap satu HMETD berhak membeli satu saham baru. Rights issue BRPT baru akan ditransaksikan pada 7 Juni, 8 Juni, 20 Juni, 21 Juni dan terakhir 22 Juni.

Setelah hari perdagangan itu berakhir barulah terlihat berapa besar minat investor atas saham BRPT. Emiten ini telah menggelar roadshow ke Singapura, Hong Kong, Jepang, London hingga AS.

Waran yang diterbitkan juga turun menjadi 1,09 miliar dari sebelumnya 1,4 miliar. Rasionya, 4 saham hasil HMETD melekat 1 waran seri I. Waran itu bisa ditukarkan sesuai jadwal. Konversi tahap pertama mulai 1 Juli 2019-30 Juni 2020. Harga pelaksanaan tahap satu Rp 1.864 per saham. Adapun tahap kedua dimulai 1 Juli 2020 hingga 3 Juni 2021, dengan harga pelaksanaan Rp 2.330 per saham.

Agus memastikan, turbulensi lebih banyak berasal dari global, bukan dari dalam negeri maupun perusahaan. "Balance sheet kami cukup sehat. Meski rupiah melemah, Indonesia di jangka panjang bagus," tutur Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati