Baru Diterbitkan, Permendag 31/2023 soal Perdagangan Elektronik Bakal Direvisi Lagi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan merevisi kembali Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik yang baru saja di terbitkan beberapa waktu lalu. 

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki mengatakan, ada beberapa hal yang perlu disempurnakan dalam regulasi ini. Pihaknya mengusulkan agar ada ketetapan Harga Pokok Produksi (HPP) pada perniagaan elektronik atau e-commerce. 

"Saya nanti akan bicara dengan asosiasi, jadi misalnya tekstil, garmen, elektronik, segala macam itu harus punya HPP," kata Teten di Jakarta, Rabu (29/11). 


Teten menyebut, penerapan HPP di e-commerce ini dapat melindungi UMKM dari monopoli market ataupun predatory pricing. Sebab, harga barang yang akan dijual di e-commerce dengan kebijakan HPP akan mengalami kesetaraan dan tidak ada disparitas harga yang terlalu besar. 

Baca Juga: Ada 23 Jenis Barang yang Boleh Diimpor Melalui E-commerce, Apa Saja?

Kata Teten, HPP ini sudah diterapkan di China dan telah berhasil menjaga keberlanjutan UMKM mereka di pasar digital. Maka itu, ia berharap, HPP bisa juga diadaptasi di Indonesia. 

Meski demkian, Teten belum dapat memastikan kapan proses revisi Permendag 31/2023 akan dimulai, mengingat aturan tersebut baru saja diteken dan belum dilakukan evaluasi. 

"Tapi prinsipnya sudah disetujui (revisi), cuma ini Permendag kan masih jalan sebulan, kita tunggu saja nanti setelah evaluasi," jelas Teten. 

Diketahui, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan Permendag No 31 Tahun 2023 pada September lalu. 

Aturan ini diluncurkan untuk menjawab berbagai praktik tidak sehat dalam perdagangan melalui sistem elektronik yang merugikan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan berkomitmen membangun ekosistem niaga elektronik (e-commerce) yang adil, sehat, dan bermanfaat. 

Permendag ini merupakan revisi dari Permendag 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE)

Revisi ini dilatarbelakangi sebelumnya karena peredaran barang di platform PMSE masih banyak belum memenuhi standar, baik Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun standar lainnya. 

Selain itu, terdapat indikasi praktik perdagangan tidak sehat yang dilakukan pelaku usaha luar negeri. Pelaku usaha tersebut disinyalir melakukan penjualan barang dengan harga yang sangat murah untuk menguasai pasar di Indonesia.

Baca Juga: Mulai Tahun Depan, E-Commerce Wajib Setor Data-Data Ini kepada BPS

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat