Baru sebatas ketahanan pangan



Maraknya kebijakan impor pangan, terlebih lagi dilakukan oleh badan usaha milik negara, menunjukkan kegagalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencapai kedaulatan pangan. Kebijakan pemerintah bukan untuk mencapai kedaultan pangan, melainkan hanya sebatas ketahanan pangan.

Ketahanan pangan tidak mempertanyakan dari mana bahan pangan tersebut diproduksi. Apakah bahan pangan itu berasal dari produksi petani domestik ataukah impor, tidak masalah. Yang penting, kebutuhan pangan tercukupi.

Hal ini bisa berbahaya. Sebab Indonesia bisa tergantung dengan pangan impor. Dan tentu saja ini ironis, karena seharusnya Indonesia dengan seluruh potensi sumber daya alamnya bisa mencapai kedaulatan pangan.


Presiden Jokowi masih memiliki waktu sekitar 1,5 tahun lagi. Di waktu ini, Jokowi harus all out. Semua kementerian yang berhubungan dengan pangan harus bersama-sama mengamankan komoditas pangan. Namun, semua itu harus berlangsung melalui roadmap yang jelas tahapan dan targetnya dari tahun ke tahun.

Tahun pertama, ada menyiapkan lahan, reformasi agraria harus ada, lahan yang digunakan oleh petani untuk bertanam harus ada. Tahun kedua, ada pemberian berbagai subsidi pupuk dan benih dan subsidi lain baik untuk komoditas pertanian lain hingga ternak. Tahun ketiga, seharusnya sudah memanen hasil.

Kini, persoalan lahan sudah bukan masalah lagi. Reformasi agraria juga mulai berlangsung.

Di Indonesia, setidaknya sudah ada lahan pertanian seluas 10 juta ha yang mampu mencapai swasembada produksi beras. Namun petani kita belum mampu menanam komoditas lain secara baik.

Pemerintah harus mendorong petani untuk diversifikasi ke tanaman pangan lain. Untuk gula misalnya, kita bisa memanfaatkan gula dari kelapa. Sementara untuk kebutuhan protein, ini tidak hanya bisa didapatkan dari ayam dan sapi, tetapi juga darisumber protein lain seperti kedelai.•

Posman Sibuea Pengamat Pertanian

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi