Basuki kaji sanksi bagi pengemis dan pemberi uang



JAKARTA. Belajar dari pengalaman Walang (54), seorang pengemis yang membawa uang Rp 25 juta, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama saat ini tengah melakukan kajian terhadap kemungkinan tindakan hukum. Bukan hanya kepada pengemisnya, melainkan juga pemberi uang. "Mereka itu enggak mau masuk ke panti. Soalnya, di luar kalau dikasih uang bisa sampai jutaan. Bawa saja ke Panti Cibadak, Sukabumi, uang lima ribu saja di sana sudah bisa makan ikan mas," kata Basuki di Balaikota DKI Jakarta, Jumat (29/11). Ia mengatakan, Pemprov DKI harus dapat berani menegakkan peraturan yang sudah ada karena memberikan uang kepada pengemis juga termasuk tindakan melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Di Pasal 40, setiap orang atau badan dilarang menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil. Pelarangan juga berlaku jika menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil. Orang atau badan pun dilarang membeli ke pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Berdasarkan Perda itu, hukuman yang dapat diterima kepada pihak pemberi uang ke pengemis adalah maksimal 60 hari kurungan penjara dan denda sejumlah Rp 20 juta. Oleh karena itu, ia meminta kepada masyarakat yang merasa kasihan melihat pengemis di jalanan untuk segera melapor kepadanya melalui pesan singkat. "SMS saya saja, nanti saya tindak lanjuti pengemis itu dibawa ke panti sosial. Di Jakarta ini kalau mau hidup nyaman, harus tertib, disiplin, dan taat hukum," kata Basuki. Apabila Dinas Sosial DKI ataupun masyarakat menangkap basah para pemberi uang kepada pengemis, Basuki menginginkan adanya hukuman sosial. Misalnya, membersihkan toilet terminal atau membersihkan sampah di taman. Kendati demikian, sanksi hukuman sosial itu harus disahkan terlebih dahulu melalui undang-undang. Oleh karena itu, mantan anggota Komisi II DPR RI itu berharap DPR dapat memasukkan tindak pidana ringan hukuman sosial di dalam RUU. Ini karena UU di Indonesia tidak mengenal adanya sanksi sosial, hanya mengenal denda uang dan pidana. "Misalnya buang sampah sembarangan, hukuman sosialnya nyapu halaman Monas atau dihukum sikat WC," ujar Basuki. (Kurnia Sari Aziz)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan