JAKARTA. Setelah beberapa bulan tidak "meledak-ledak" dalam rapat, pada Selasa (11/3/2014) kemarin, emosi Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama kembali tersulut.Kemarahan Basuki meledak ketika mengetahui ada tiga perusahaan yang ingin menyumbang transjakarta, tetapi dipersulit secara administrasi oleh Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) sehingga bantuan akhirnya tertunda hingga delapan bulan, dari Agustus 2013-Maret 2014.Ketiga perusahaan itu, masing-masing menyumbang 10 unit transjakarta, yakni Telkomsel, Ti-phone, dan Roda Mas."Saya betul-betul mengamuk luar biasa ini," ujar Basuki seraya menarik panjang napas panjang.Dalam pertemuan dengan pihak swasta itu juga, Dinas Perhubungan DKI Jakarta tak luput dari kekesalan Basuki. Pria yang akrab disapa Ahok itu tak habis pikir, Dishub DKI lebih memilih menggunakan bus China dengan kualitas yang tidak bagus ditambah pelaksanaan tender yang rumit daripada menerima sumbangan bus yang mereknya sudah ternama seperti Hino.Berulang kali, telunjuk dan mata Basuki mengarah kepada Kepala BPKD Endang Widjajanti, Kepala Dinas Pelayanan Pajak Iwan Setiawandi, dan Asisten Sekda bidang Pembangunan DKI Wiriyatmoko.Mendengar Basuki yang terus berbicara dengan nada tinggi, Endang hanya menunduk dan sesekali melirik Basuki yang ada di depannya. Sementara itu, Iwan berulang kali melepas kacamata, mengusap muka dengan kedua tangannya, dan menghela napas panjang.Hal lain yang membuat Basuki menggeleng-gelengkan kepala adalah perusahaan masih diharuskan membayar pajak reklame jika ingin memasang iklan di badan bus. Endang berpendapat, pajak reklame itu harus dibayarkan agar tidak mengalami kerugian negara."Saya baru tahu Pemprov (DKI) nih gilanya luar biasa gendeng. Orang mau menyumbang mesti dipersulit. Ini mereka (swasta) menyumbang, bos! Enggak pakai APBD, mereka sumbang. Anda butuh bus kan? Giliran ada yang mau menyumbang bus, kenapa ditolak? Lebih suka pakai bus China yang baru datang sudah karatan. Biar seluruh dunia tahu, orang Pemprov DKI gendeng-gendeng. Sumbang bus dikenakan pajak, heran saya cara berpikirnya," tegas Basuki lagi.Di sisi lain, Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Iwan Setiawandi menganggap Basuki hanya salah paham dengan regulasi yang ada terkait penetapan pajak reklame.Menurut Iwan, pajak tersebut tidak dibayarkan oleh para penyumbang kepada Pemprov DKI. Namun, Pemprov DKI hanya memotong pajaknya sesuai dengan nilai sumbangan tersebut.Iwan melanjutkan, seluruh regulasi diatur oleh BPKD, sementara Dinas Pelayanan Pajak hanya menerima pajak yang telah dibayarkan.Lebih lanjut, ia menegaskan, sumbangan dikenai pajak iklan, tetapi disesuaikan dengan nilai bus tersebut. Misalnya, apabila harga bus tersebut mencapai Rp 1,5 miliar per unit dan pajaknya Rp 100 juta per tahun, maka perusahaan tersebut tidak membayar pajak iklan selama 15 tahun. (Kurnia Sari Aziza)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Basuki: Saya betul-betul ngamuk luar biasa
JAKARTA. Setelah beberapa bulan tidak "meledak-ledak" dalam rapat, pada Selasa (11/3/2014) kemarin, emosi Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama kembali tersulut.Kemarahan Basuki meledak ketika mengetahui ada tiga perusahaan yang ingin menyumbang transjakarta, tetapi dipersulit secara administrasi oleh Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) sehingga bantuan akhirnya tertunda hingga delapan bulan, dari Agustus 2013-Maret 2014.Ketiga perusahaan itu, masing-masing menyumbang 10 unit transjakarta, yakni Telkomsel, Ti-phone, dan Roda Mas."Saya betul-betul mengamuk luar biasa ini," ujar Basuki seraya menarik panjang napas panjang.Dalam pertemuan dengan pihak swasta itu juga, Dinas Perhubungan DKI Jakarta tak luput dari kekesalan Basuki. Pria yang akrab disapa Ahok itu tak habis pikir, Dishub DKI lebih memilih menggunakan bus China dengan kualitas yang tidak bagus ditambah pelaksanaan tender yang rumit daripada menerima sumbangan bus yang mereknya sudah ternama seperti Hino.Berulang kali, telunjuk dan mata Basuki mengarah kepada Kepala BPKD Endang Widjajanti, Kepala Dinas Pelayanan Pajak Iwan Setiawandi, dan Asisten Sekda bidang Pembangunan DKI Wiriyatmoko.Mendengar Basuki yang terus berbicara dengan nada tinggi, Endang hanya menunduk dan sesekali melirik Basuki yang ada di depannya. Sementara itu, Iwan berulang kali melepas kacamata, mengusap muka dengan kedua tangannya, dan menghela napas panjang.Hal lain yang membuat Basuki menggeleng-gelengkan kepala adalah perusahaan masih diharuskan membayar pajak reklame jika ingin memasang iklan di badan bus. Endang berpendapat, pajak reklame itu harus dibayarkan agar tidak mengalami kerugian negara."Saya baru tahu Pemprov (DKI) nih gilanya luar biasa gendeng. Orang mau menyumbang mesti dipersulit. Ini mereka (swasta) menyumbang, bos! Enggak pakai APBD, mereka sumbang. Anda butuh bus kan? Giliran ada yang mau menyumbang bus, kenapa ditolak? Lebih suka pakai bus China yang baru datang sudah karatan. Biar seluruh dunia tahu, orang Pemprov DKI gendeng-gendeng. Sumbang bus dikenakan pajak, heran saya cara berpikirnya," tegas Basuki lagi.Di sisi lain, Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Iwan Setiawandi menganggap Basuki hanya salah paham dengan regulasi yang ada terkait penetapan pajak reklame.Menurut Iwan, pajak tersebut tidak dibayarkan oleh para penyumbang kepada Pemprov DKI. Namun, Pemprov DKI hanya memotong pajaknya sesuai dengan nilai sumbangan tersebut.Iwan melanjutkan, seluruh regulasi diatur oleh BPKD, sementara Dinas Pelayanan Pajak hanya menerima pajak yang telah dibayarkan.Lebih lanjut, ia menegaskan, sumbangan dikenai pajak iklan, tetapi disesuaikan dengan nilai bus tersebut. Misalnya, apabila harga bus tersebut mencapai Rp 1,5 miliar per unit dan pajaknya Rp 100 juta per tahun, maka perusahaan tersebut tidak membayar pajak iklan selama 15 tahun. (Kurnia Sari Aziza)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News