JAKARTA. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengakui, dihapusnya batasan umur dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, sengaja dilakukan agar Taufiqurrahman Ruki dapat ditunjuk sebagai pimpinan sementara KPK. Menurut dia, tokoh senior yang pernah memimpin KPK seperti Ruki adalah sosok yang tepat untuk memimpin KPK yang tengah menghadapi masalah saat itu. "Karena sudah sangat kritis, diperlukan seorang pimpinan KPK yang berpengalaman dan pernah menjabat di sana," kata Yasonna saat rapat Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/4).
Hal tersebut disampaikan Yasonna menjawab pertanyaan sejumlah anggota Komisi III yang mempermasalahkan dihapusnya batasan usia tersebut. Mereka menilai, batasan usia bukan lah suatu yang genting dan memaksa yang harus diatur dalam Perppu. "Tapi kalau kita flash back kondisi sebelum perppu ini, kondisinya sangat mencemaskan, disamping perseteruan dua lembaga penegak hukum yang terjadi, ada juga perbedaan pandangan mengenai kasus yang terjadi mengenai korupsi," jelas Yasonna. Yasonna menambahkan, Ruki adalah satu-satunya pimpinan KPK yang sukses memimpin lembaga tersebut sampai akhir periode. Berbeda dengan Antasari Azhar dan Abraham Samad yang terjerat masalah dan harus diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir. Oleh karena itu, pemerintah meyakini pengalaman Ruki dapat menyelesaikan masalah kisruh KPK dan Polri yang terjadi saat itu. "Dibutuhkan kepemimpinan yang sedimikian dimana diperlukan penanganan yang serius, maka syarat umur tersebut diabaikan," ujarnya. Perppu KPK diterbitkan Presiden Joko Widodo untuk mengangkat tiga pimpinan sementara KPK, yakni Taufiqurrahman Ruki, Johan Budi dan Indriarto Seno Adji. Ketiganya ditunjuk Presiden untuk mengisi kekosongan karena dua komisoner KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri. Adapun satu pimpinan KPK lainnya, Busyro Muqqodas telah memasuki masa pensiun.