JAKARTA. Setelah sempat menyentuh level tertinggi sejak Mei 2014 pada Kamis (20/7) di harga US$ 86,05 per ton, laju harga batubara mulai melambat. Tapi, dalam jangka panjang, harga masih
bullish. Selasa (25/7), per pukul 17.00 WIB, harga batubara kontrak pengiriman September di ICE Futures Europe bertengger di US$ 83,45 per ton, naik 1,15% dari hari sebelumnya. Tapi dalam sepekan, harga masih turun 1,99%. Pada siang hari, harga batubara sebenarnya sempat terkoreksi ke US$ 82,45 per metrik ton. Direktur Garuda Berjangka Ibrahim menilai, koreksi harga batubara terjadi karena sudah mencapai level harga tertingginya. Pelemahan ini kemudian menjadi kesempatan bagi para investor untuk kembali mengoleksi komoditas tersebut.
Intinya, memberikan kesempatan bagi pelaku pasar untuk dapat membeli batubara di harga paling rendah, kata Ibrahim. Ia melihat, batubara masih diselimuti oleh katalis positif yang cenderung menunjukkan tren
bullish. Salah satunya, China masih mengalami banyak kendala, seperti cuaca ekstrem yang menyebabkan terjadinya banjir. Hal ini mengakibatkan transportasi pasokan batubara menjadi terhambat. Asal tahu saja, sejak awal tahun konsumsi batubara China telah melonjak lebih dari 6%. Apalagi banjir yang terjadi di negeri tirai bambu tersebut telah memaksa pemerintah mengalihkan penggunaan air sebagai sumber pembangkit listrik menjadi pembangkit listrik tenaga batubara. Di Indonesia, tepatnya di Kalimantan, area produksi batubara juga terendam air hujan. Selain itu, data perekonomian China seperti manufaktur, produksi industri dan penjualan properti juga cukup bagus dan membantu mengangkat harga batubara, tambah Ibrahim. Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan, penguatan harga batubara kemarin juga ditopang penguatan harga minyak mentah. Pada pukul 18.00 WIB, harga minyak WTI berada di level US$ 46,99 per barel, naik 1,40% dibandingkan hari sebelumnya. "Kalau harga minyak naik, pelaku pasar justru akan beralih ke batubara," ujar Deddy. Dari AS, ekspor batubara AS untuk kebutuhan pembangkit listrik meningkat 58% selama kuartal I-2016 sampai kuartal I-2017. Pasar Eropa selama ini menjadi konsumen terbesar batubara asal negeri Paman Sam. Konsumsi batubara AS juga diprediksi meningkat menjadi 687 juta ton di tahun 2018 Sementara dari dalam negeri, sinyal peningkatan permintaan juga baru saja digaungkan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Demi menstabilkan harga listrik dan menekan biaya produksi, perusahaan listrik ini berniat mengakuisisi tambang batubara. Sampai 2035 batubara diprediksi menjadi campuran terbesar untuk pembangkit listrik. Ini yang menjadi katalis positif, terang Deddy. Deddy melihat cukup banyak sentimen positif yang melingkupi pergerakan harga batubara. Tapi, di akhir kuartal III, ia memprediksi harga akan sedikit terkoreksi dari posisi saat ini ke US$ 84,10US$ 85,80 per ton.
Secara teknikal, Ibrahim melihat,
bollinger band dan
moving average (MA) berada 10% di atas
bollinger tengah.
Stochastic positif di level 70. Namun RSI dan MACD 60% negatif yang memungkinkan adanya koreksi. Hari ini (26/7), Ibrahim memprediksi harga batubara masih melemah ke US$ 82,00US$ 83,10 per ton. Sepekan ke depan, harga akan bergerak antara US$ 81,50-US$ 82,40 per ton. Deddy menganalisa harga batubara berkisar US$ 80-US$ 84 per ton hari ini dan US$ 85,05-US$ 78,80 per ton sepekan ke depan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini