Batubara bisa tembus US$ 100 pada akhir 2017



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan harga batubara saat ini disinyalir sebagai efek profit taking usai naik tajam. Selain juga dipengaruhi sentimen penantian pasar akan tren pergerakan dollar AS. Meski demikian, analis masih meyakini, batubara bisa kembali menembus level US$ 100 hingga akhir tahun ini.

Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar optimistis, harga batubara bisa tembus level tersebut dengan dukungan sejumlah fundamental. Pertama, anggota aliansi penolak batubara bukan negara dengan nilai impor batubara yang besar.

Seperti diketahui. 15 negara telah tercatat dalam Powering Past Coal Alliance, namun mayoritas merupakan negara Eropa yang sudah memiliki program kelistrikan dengan sumber energi hijau terbarukan. Sedangkan negara adidaya dengan nilai impor batubara yang besar masih bebas bertransaksi dan meningkatkan permintaannya.


"Rusia, Jerman, China dan Amerika Serikat tidak tergabung dalam aliansi yang menolak penggunaan batubara," jelas Deddy, Senin (20/11).

Kedua, kebutuhan batubara kawasan Asia Tenggara hingga 2040 diprediksi bakal tumbuh 40%. Sebelumnya, diperkirakan hingga tahun 2020, Vietnam bakal membutuhkan 50 juta ton batubara, dan pada 2030 bakal naik menjadi 80 juta ton. Sedangkan permintaan dari China dan India pada tahun 2035 mencapai 64% dari total kebutuhan global.

"Bahkan dalam periode 2020-2040 kebutuhan batubara dunia kemungkinan akan meningkat 1%," jelas Deddy.

Mengutip Bloomberg, Jumat (17/11), harga batubara kontrak pengiriman December 2017 di ICE Futures Exchange turun sebanyak 5,76% dalam sepekan menjadi US$ 90,85 per metrik ton. Namun koreksi ini dinilai normal karena harganya sudah naik tajam hingga sempat menyentuh level US$ 99,5 pada 1 November. Ini harga tertinggi sejak Mei 2013.

Direktur Garuda Berjangka Ibrahim juga memproyeksikan hingga tahun 2018, harga batubara bisa mencapai US$ 103 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini