Batubara mendaki, ITMG cari pasar



JAKARTA. PT Indo Tambangraya Megah Tbk tampak kalem merespons harga batubara yang mulai menyentuh level US$ 90 per metrik ton. Alih-alih segera memperbesar target produksi batubara, mereka pilih mempertahankan target lama. Alasannya, efek kenaikan harga batubara baru akan terasa akhir tahun ini.

Sepanjang 2016, Indo Tambangraya menargetkan produksi 26,6 juta ton batubara. Realisasi produksi semester I-2016 sebesar 12,7 juta ton. Artinya, sisa target produksi semester II-2016 sebanyak 13,9 juta ton batubara.

Namun Indo Tambangraya tak memungkiri tren kenaikan harga batubara sebagai sinyal positif . Dus, mereka mencari pasar ekspor baru. "Saat ini kami memasuki pasar baru di Asia seperti Vietnam dan Bangladesh. Pada saat yang sama, kami terus menjajaki kemungkinan memasuki pasar baru di negara-negara lain," ujar Yulius Gozali, Direktur Keuangan PT Indo Tambangraya Megah Tbk kepada KONTAN melalui pesan elektronik, Kamis (23/10) pekan lalu.


Mengintip Bloomberg, harga batubara di pasar ICE Futures Exchange Jumat (21/10) bertengger di level US$ 92,80 per metrik ton. Harga tersebut naik 83,39% dalam periode year to date (ytd) alias sejak akhir tahun lalu.

Sembari menambah negara tujuan ekspor, Indo Tambangraya mencari lokasi pertambangan batubara anyar. Akuisisi tambang batubara penting bagi perusahaan itu lantaran tambang Tandung Mayang sudah berhenti operasi.

Lalu tahun depan, tambang Jorong di Kalimantan Selatan bakal menyusul tutup produksi. Sejatinya, Indo Tambangraya sudah menaksir proyeksi dana untuk akuisisi tambang. Hanya saja, perusahaan yang tercatat dengan kode saham ITMG di Bursa Efek Indonesia itu, masih menyimpan detail rencana akuisisi itu.

Yang terang, tak menutup kemungkinan, sumber dana akuisisi tambang berasal dari utang pihak ketiga. "Hal ini bergantung pada nilai akuisisi (tambang), jika perlu kami akan menerima pembiayaan utang apapun pada masa mendatang, mengingat neraca keuangan kami berada pada posisi yang sangat kuat," kata Yulius.

Ingin jadi IPP

Perluasan negara tujuan ekspor bakal signifikan menopang kinerja Indo Tambangraya. Sebab, penjualan ekspor adalah kontributor utama penjualan perusahaan itu. Mengintip laporan keuangan semester I-2016, total penjualan ekspor Indo Tambangraya US$ 523,07 juta atau 85,82% terhadap total penjualan US$ 609,48 juta.

Kontribusi 14,18% sisanya dari penjualan domestik. Namun patut dicatat, nilai ekspor semester I 2016 menyusut 28,55% dibandingkan dengan raihan semester I 2015 yang tercatat US$ 732,1 juta. Pasalnya, permintaan dari semua negara tujuan ekspor kompak turun.

Sadar risiko bisnis batubara masih tinggi, Indo Tambangraya terus mengawal rencana menjadi perusahaan produsen listrik swasta alias independent power producer (IPP). Keinginan itu sejalan dengan peluang dari proyek listrik pemerintah. Dari kapasitas 35.000 megawatt (MW), masih ada 11.395 MW jatah IPP yang belum ditenderkan.

Langkah Indo Tambangraya merealisasikan bisnis setrum adalah mendirikan PT ITM Banpu Power. "Secara umum kami berminat mengikuti proyek pembangkit listrik apapun yang merupakan bagian tender 35.000 MW. Apabila perusahaan telah berpartisipasi pada tender dimaksud, kami akan segera mengumumkannya," janji Yulius.

Tahun ini, Indo Tambangraya menganggarkan dana belanja modal US$ 38,4 juta. Hingga 30 Juni 2016, mereka membelanjakan US$ 10,3 juta untuk membangun infrastruktur PT Trubaindo Coal Mining dan PT Indominco Mandiri serta membeli peralatan dan mesin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie