Batubara menguat sesaat



JAKARTA. Harga batubara terangkat sementara. Tapi, harganya masih rawan terkoreksi sebab potensi kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral Amerika (The Fed) masih mengintai.

Permintaan batubara juga masih terbatas mengingat perekonomian China yang melambat disertai aksi negara-negara menekan polusi yang timbul akibat penggunaan batubara.

Mengacu pada data Bloomberg, harga batubara Senin (8/6) mencapai angka US$ 56,9, flat ketimbang posisi sehari sebelumnya. Angka ini naik 1,51% ketimbang posisi pekan lalu yang berada di level US$ 56,05.


Ibrahim Analis dan Direktur PT Ekuilibrium Komoditi Berjangka menjelaskan, menguatnya harga batubara disebabkan oleh negara-negara anggota G-7 yang melakukan pertemuan tanpa Rusia. Mereka membahas sanksi ekonomi bagi Rusia sebagai akibat dari tindakan negara tersebut yang bergabung dengan Krimea.

Dengan adanya konflik tersebut, maka jalur distribusi komoditas seperti batubara terganggu sehingga berpotensi mendongkrak harga. Sebenarnya, lanjut Ibrahim, harga batubara yang berkisar US$ 56 tergolong rendah. Sebab, besaran tersebut hanya mampu menutupi biaya operasional dan produksi saja.

Tetapi, Ibrahim menekankan, kenaikan harga batubara hanya bersifat sementara. Sebab, masih ada ancaman kenaikan suku bunga oleh The Fed yang diprediksi bakal terwujud pada September 2015 mendatang.

Potensi terkereknya suku bunga AS didukung oleh rilisnya data manufaktur AS (ISM Manufacturing PMI) yang berkisar 52,8 pada akhir Mei 2015, naik dari posisi bulan sebelumnya yang berkisar 51,5. Angka tersebut melebihi perkiraan para analisis yang dipatok pada level 51,9.

Adapula data perubahan tenaga kerja di luar sektor pertanian AS alias Non-Farm Employment Change per Mei 2015 yang mencapai 280.000 jiwa, naik ketimbang posisi bulan sebelumnya sebesar 221.000 orang serta jauh lebih bagus dari prediksi para analis yang dipatok 222.000 pekerja. Menguatnya dollar AS akan menahan laju harga batubara.

Menurunnya permintaan batubara juga berpotensi membuat harga batubara rentan terkoreksi. Tiongkok sebagai salah satu negara pengonsumi batubara terbesar mengalami perlambatan ekonomi. Lihat saja, per Mei 2015, impor batubara Negeri Tirai Bambu tersebut turun 29% ketimbang bulan sebelumnya menjadi 14,25 juta ton. Negara tersebut juga sedang berusaha mengonversi penggunaan batu bara ke gas alam.

"Harga gas alam memang lebih murah daripada batubara. Belum lagi negara-negara G-7 yang ingin menekan efek rumah kaca, sedang krisis lingkungan," tuturnya. Dengan aksi go green, kelompok G-7 berharap dapat menekan emisi gas sekitar 40%-70% di tahun 2050 nanti, termasuk dari penggunaan batubara yang menjadi salah satu penyumbang limbah terbesar.

Sekadar informasi, anggota kelompok G-7 terdiri dari AS, Inggris, Jepang, Jerman, Kanada, Prancis, Italia serta Uni Eropa. Contohnya, Kanada yang ingin mengurangi emisi hingga sepertiga pada tahun 2030 nanti. Hingga akhir tahun, ia memprediksi harga batubara dapat anjlok hingga level US$ 45.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto