JAKARTA. Anjloknya harga batubara memaksa PT Bukit Asam Tbk (PTBA) terus melakukan diversifikasi bisnis. Salah satunya adalah bisnis pembangkit listrik. Emiten pelat merah ini telah menjalankan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 3x10 MW di Mulut Tambang Tanjung Enim (Sulawesi Selatan), 2x8 MW di Pelabuhan Tarahan (Lampung) dan pembangkit listrik biomassa berkapasitas 1,5 MW di Tanjung Enim. Joko Pramono, Sekretaris Perusahaan PTBA, menyebutkan, PLTU berkapasitas 2x110 MW di Banjarsari telah siap beroperasi Februari nanti. PTBA juga sedang menyelesaikan sumber finansial pembangunan PLTU berkapasitas sebesar 2x620 MW di Bangko Tengah, Sumatra Selatan.
Selain di dalam negeri, PTBA akan menembus pasar luar negeri. Perusahaan ini berniat membangun pembangkit listrik di Myanmar dan Vietnam. Analis Danareksa Sekuritas Stefanus Darmagiri dalam riset 19 Januari 2015 menilai, beroperasinya pembangkit listrik Banjarsari bisa memberikan tambahan keuntungan bagi PTBA. Analis Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe menambahkan, bisnis ini akan berdampak positif terhadap penjualan batubara PTBA. Sementara David Sutyanto, Kepala Riset First Asia Capital melihat, PTBA bisa memperoleh margin dobel.
Pertama, PTBA untung dari penjualan batubara ke pembangkit listrik.
Kedua, pembangkit listrik bisa meraih untung dari pihak ketiga. Meski begitu, pembangkit listrik membutuhkan modal besar. David memperkirakan, investasi 1 MW membutuhkan minimal US$ 2 juta. “Tapi pembangkit listrik ini bisa memberi pendapatan berulang bagi PTBA,” ujarnya. Meredam efek batubara Dengan memiliki pembangkit listrik David menilai, kinerja PTBA tak akan terpukul fluktuasi harga batubara. Apalagi, harga batubara masih akan melemah hingga tahun depan seiring jatuhnya harga minyak dunia. Jalan keluarnya, PTBA melakukan diversifikasi ke bisnis lain dari kelapa sawit hingga rumah sakit. David bilang, PTBA seperti kelebihan uang. Lihat saja, pada kuartal III-2014, kas dan setara kas PTBA sebesar Rp 4,43 triliun. Di sisi lain, Stefanus melihat penurunan harga minyak juga membantu perusahaan pertambangan batubara. Maklum, bahan bakar menyumbang sekitar 30% terhadap total biaya pengeluaran perusahaan pertambangan. Namun, bagi PTBA, dampaknya hanya sekitar 6% terhadap total biaya yang dikeluarkannya.
Stefanus memperkirakan, produksi batubara PTBA hanya akan naik sekitar 15% menjadi 18,4 juta ton tahun ini. Padahal, perseroan menargetkan kenaikan produksi sebesar 31% menjadi 21 juta ton dan penjualan tumbuh 33% ke posisi 24 juta ton. Tahun 2015, Stefanus memprediksikan, PTBA mampu mencatat kenaikan pendapatan 9,61% menjadi Rp 14,13 triliun. Lalu laba yang dikantongi mencapai Rp 2,03 triliun. Meski begitu, EBITDA margin emiten ini diperkirakan turun dari 21,6% menjadi 20,1%. David merekomendasikan netral saham PTBA dan Kiswoyo menyarankan jual dengan target harga serupa yakni Rp 12.000 per saham. Stefanus merekomendasikan beli dengan target harga Rp 15.500 per saham dan
price earning (PE) sebesar 15x. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia