JAKARTA. Harga batubara merangkak naik. Tingkat konsumsi batubara di Amerika Serikat (AS) sepanjang kuartal I-2013 yang meningkat telah mendorong harga batubara lepas dari tekanan koreksi lebih dalam. Harga batubara untuk kontrak pengiriman September, Kamis (25/7), di Bursa ICE menguat 0,45% menjadi US$ 77,15 per ton dibanding harga sehari sebelumnya. Dibandingkan harga terendah sejak 2009 pada 12 Juli 2013 di US$ 75,90 per ton, harga batubara sudah menguat sebesar 2,1%. Badan Pusat Administrasi dan Informasi Departemen Energi Amerika baru-baru ini melaporkan, seiring membaiknya kondisi perekonomian AS sepanjang kuartal I-2013, konsumsi batubara di Negeri Paman Sam naik sebesar 9,5%. Departemen ini juga memproyeksikan, konsumsi batubara sampai dengan 2040 nanti akan naik dari 147 kuadriliun menjadi 220 kuadriliun.
Analis Megagrowth Futures Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, kenaikan permintaan batubara dari AS di tengah permintaan global yang masih lesu memang memberikan sedikit angin segar terhadap pergerakan harga batubara. Apalagi, kondisi tersebut terjadi di tengah kenaikan tajam harga minyak dunia. Namun, Wahyu mengakui, saat ini batubara belum bisa melepaskan diri dari tekanan yang datang dari memburuknya kondisis ekonomi China. Kondisi ini dikhawatirkan akan mengurangi tingkat permintaan batubara dari Negeri Tirai Bambu tersebut. Selain itu, batubara juga belum bisa melepaskan diri dari tekanan isu pencemaran lingkungan dan peralihan penggunaan sumber energi ramah lingkungan yang dilakukan oleh sejumlah negara di dunia. Berpotensi menguat Miliuner AS Warren Buffett dalam sebuah acara di Indiana, AS, pada pekan ini, menyatakan, harga batubara masih akan melanjutkan pelemahan pada masa mendatang. Alasannya, negara-negara di dunia, termasuk AS, secara bertahap akan beralih pada bahan bakar alternatif untuk tahun-tahun ke depan. Saat ini, pembangkit listrik berbahan bakar batubara di AS menghasilkan sekitar 38% listrik di AS. Jumlah itu telah menurun dari 2007 lalu yang masih menyumbang sekitar 49% tenaga listrik untuk AS. Namun, memang butuh waktu bertahun-tahun untuk beralih pada komoditas yang lebih ramah lingkungan. Energy Information Administration (EIA) memprediksi, penggunaan batubara domestik pada tahun ini akan meningkat 6,7% seiring dengan kebutuhan listrik yang naik. Selain itu, batubara juga sedikit diuntungkan oleh kenaikan harga gas alam sebagai energi alternatif pembangkit listrik di AS. Namun, saat ini sentimen positif dari AS dan kenaikan harga minyak dunia masih lebih kuat dan mampu memberikan dorongan bagi batubara untuk menguat. "Apalagi, saat ini The Federal Reserve juga belum bisa menyatakan dengan pasti kapan mereka akan menarik program stimulus moneter di AS," kata Wahyu.
Adapun, Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Produk Monex Investindo Futures Apelles RT Kawengian memperkirakan, dalam jangka panjang, paling tidak sampai akhir tahun nanti, harga batubara punya potensi untuk menguat ke level harga US$ 90 per ton. "Pertumbuhan ekonomi AS yang bagus, berpotensi dorong harga batubara," katanya. Namun, untuk mencapai level harga tersebut tidak mudah karena masih mendapatkan bandul pemberat dari muramnya prospek pemulihan ekonomi China. Apelles memperkirakan, sepekan ke depan, kemungkinan harga batubara masih akan menguat ke kisaran US$ 75-US$ 80 per ton. Adapun, Wahyu memperkirakan, harga batubara dalam sepekan ke depan akan bergerak konsolidatif di kisaran US$ 74-US$ 80 per ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini