Batubara tersaingi energi alternatif



JAKARTA. Setelah melaju kencang sejak awal tahun lalu, batubara terlihat kehabisan tenaga. Selama sepekan terakhir, nilai kontrak pengiriman batubara untuk April 2012, di bursa ICE Newcastle, bergerak melandai.

Awal pekan lalu, banderol kontrak batubara itu senilai US$ 114,85 per ton. Namun, pada penutupan perdagangan Kamis (9/2), nilai kontrak tergelincir hingga US$ 112,6 per ton. Harga tersebut merupakan yang terendah selama dua pekan terakhir.

Pekan lalu juga merupakan kali pertama, harga batubara di Eropa berada di bawah harga batubara di pasar Afrika Selatan. Bahkan jika dihitung sejak awal tahun 2012, harga batubara di Eropa sudah tergerus sebesar 6,2%, seiring makin besarnya peran energi alternatif dari tenaga matahari dan kincir angin.


Tengok saja Jerman yang berhasil membangun pembangkit listrik tenaga matahari berkapasitas 3.000 watt, akhir tahun lalu. Energi listrik dari tenaga kincir angin juga mampu menghasilkan listrik hingga 8 terawatt per jam.

Negeri kuat di Eropa itu berniat meningkatkan porsi energi listrik dari sumber alternatif hingga 35% dari total pasokan, tahun ini. Spanyol juga mengekor langkah Jerman. Tahun lalu, listrik dari tenaga matahari di Negeri Matador sudah setara 47% dari total produksi.

Tren optimalisasi energi alternatif tersebut menyuramkan prospek harga batubara. "Permintaan untuk batubara dari Eropa kemungkinan merosot karena jumlah stok sejak November tahun lalu berlimpah," kata Miswin Mahesh, analis Barclays London, seperti dikutip Bloomberg.

Fadil, analis Mahadana Asta Berjangka, memprediksi, tren pelemahan batubara ini masih akan berlanjut. Selain faktor energi terbarukan, arah perkembangan perekonomian global yang masih penuh tanda tanya juga mempengaruhi prospek batubara.

"Aktivitas produksi global baik di China maupun Eropa masih cenderung melemah, ini menekan harga komoditas termasuk batu bara," ujar dia, kemarin (10/2).

Batubara merupakan komoditas energi yang lazim digunakan oleh industri. Arah harganya banyak bergantung pada aktivitas industri dunia. Terlebih, data industri sejak Februari ini cenderung melemah, kata Fadil.

China, yang tercatat sebagai konsumen batubara terbesar dunia, diperkirakan akan sedikit mengerem perekonomiannya agar tidak terjebak overheating economy. "Industri China masih akan tumbuh, namun tidak akan secepat tahun lalu," ujar dia.

Batubara juga berpeluang naik membuntuti harga minyak yang sedang berlari. Dengan catatan, perundingan penyelesaian utang Yunani, yang dijadwalkan berakhir Minggu (12/2), melahirkan keputusan positif.

Permintaan batubara juga akan terkerek apabila cuaca ekstrem di Eropa berlangsung lama. Jika itu terjadi, kebutuhan atas komoditas energi, termasuk batubara, akan naik. Harga batubara juga bisa terangkat jika ekonomi Amerika Serikat membaik.

Secara teknikal, harga batubara akan mengalami rebound terbatas. "Kisarannya antara US$ 110 sampai US$ 111 per ton," ujar Fadil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri