JAKARTA. Pemerintah dan DPR sedang membahas revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Salah satu yang akan direvisi adalah soal anggaran untuk pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Selama ini anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI meminta agar soal anggaran pilkada ini tidak lagi diambil dari kas daerah. Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini mengatakan, anggaran Pilkada ini dialokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Anggaran Pilkada ini bisa masuk melalui APBN yang diturunkan melalu Dana Alokasi Khusus dan Dana Alokasi Umum.Usulan perubahan ini karena selama ini penggunaan anggaran daerah membuat penyelenggaran menjadi karut-marut. Di antaranya adalah soal kewenangan Kepala daerah yang mencalonkan Pilkada menjadi tidak adil. "Yang incumbent (Kepala daerah) bisa mengatur anggaran Pilkada untuk kemenangannya," ujar Hidayat dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPR, Selasa (20/4).Salah satunya, dia mencontohkan seperti Pilkada di Bengkulu. Untuk pengawasan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diberikan anggaran sebanyak Rp 20 miliar tapi untuk anggaran pilkada Gubernur hanya menggelontorkan anggaran sebanyak Rp 3 miliar saja. Akibat perbedaaan anggaran ini, pengawasan terhadap Pilkada Gubernur menjadi tidak optimal. "Ini kenyataan yang harus disikapi," ujar Hidayat. Selain itu, juga ada beberapa daerah yang ingin melaksanakan Pilkada ternyata tak memilik anggaran untuk pesta demokrasi tersebut. Usulan ini belum mendapatkan respon baik dari DPR. Anggota Komisi II DPR Ida Fauziah mengatakan bahwa usulan ini harus dibicarakan lagi dengan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. Salah satu yang perlu dibahas adalah kemampuan anggaran nasional untuk menyangga uang yang keluar dalam jumlah besar ini. "Harus dikoordinasikan apakah anggaran nasional bisa kuat," ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini.Usulan perubahan anggaran di dalam beleid ini juga perlu dibahas lagi dengan Menteri Dalam Negeri karena bisa mengakibatkan adanya anggaran ganda. Apalagi, daerah-daerah otonom juga tidak bisa menggunakan APBN karena merupakan daerah yang harus mengurus rumah tangganya sendiri. Tetapi kenyataan daerah yang tak bisa membiayai Pilkada juga perlu diperhatikan terutama untuk daerah pemekaran.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Bawaslu Usulkan Anggaran Pilkada dari APBN
JAKARTA. Pemerintah dan DPR sedang membahas revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Salah satu yang akan direvisi adalah soal anggaran untuk pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Selama ini anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI meminta agar soal anggaran pilkada ini tidak lagi diambil dari kas daerah. Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini mengatakan, anggaran Pilkada ini dialokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Anggaran Pilkada ini bisa masuk melalui APBN yang diturunkan melalu Dana Alokasi Khusus dan Dana Alokasi Umum.Usulan perubahan ini karena selama ini penggunaan anggaran daerah membuat penyelenggaran menjadi karut-marut. Di antaranya adalah soal kewenangan Kepala daerah yang mencalonkan Pilkada menjadi tidak adil. "Yang incumbent (Kepala daerah) bisa mengatur anggaran Pilkada untuk kemenangannya," ujar Hidayat dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPR, Selasa (20/4).Salah satunya, dia mencontohkan seperti Pilkada di Bengkulu. Untuk pengawasan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diberikan anggaran sebanyak Rp 20 miliar tapi untuk anggaran pilkada Gubernur hanya menggelontorkan anggaran sebanyak Rp 3 miliar saja. Akibat perbedaaan anggaran ini, pengawasan terhadap Pilkada Gubernur menjadi tidak optimal. "Ini kenyataan yang harus disikapi," ujar Hidayat. Selain itu, juga ada beberapa daerah yang ingin melaksanakan Pilkada ternyata tak memilik anggaran untuk pesta demokrasi tersebut. Usulan ini belum mendapatkan respon baik dari DPR. Anggota Komisi II DPR Ida Fauziah mengatakan bahwa usulan ini harus dibicarakan lagi dengan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. Salah satu yang perlu dibahas adalah kemampuan anggaran nasional untuk menyangga uang yang keluar dalam jumlah besar ini. "Harus dikoordinasikan apakah anggaran nasional bisa kuat," ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini.Usulan perubahan anggaran di dalam beleid ini juga perlu dibahas lagi dengan Menteri Dalam Negeri karena bisa mengakibatkan adanya anggaran ganda. Apalagi, daerah-daerah otonom juga tidak bisa menggunakan APBN karena merupakan daerah yang harus mengurus rumah tangganya sendiri. Tetapi kenyataan daerah yang tak bisa membiayai Pilkada juga perlu diperhatikan terutama untuk daerah pemekaran.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News