BBCA membebani IHSG



Jakarta. Pergerakan harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sepanjang perdagangan Rabu, (12/10), terus tertekan. Hingga akhir perdagangan, saham ini ditutup melemah 200 poin ke level Rp 15.600 per saham.

Bahkan, beberapa saat setelah perdagangan sesi II dibuka, BBCA sempat menyentuh level terendahnya, Rp 15.400. Saham BBCA menjadi laggard kedua setelah saham HMSP. BBCA mengurangi poin Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebanyak 4,5 poin.

Analis NH Korindo Securities deky Rahmat Sani bilang, tekanan ini tak lepas dari proyeksi kinerja BBCA hingga akhir tahun nanti. Dikabarkan jika penyaluran kredit BBCA akan di bawah 5% sepanjang kuartal III-2016. Otomatis, hal ini juga akan mempengaruhi profitabilitas BBCA pada akhir tahun.


"Apalagi, sudah ada konfirmasi dari pihak BBCA sendiri yang mengatakan kalau prospek pertumbuhan kredit perbankan kemungkinan hanya tumbuh dalam kisaran single digit pada 2016 dan 2017. Bahkan, penyaluran kredit secara industri pada Desember 2016 kemungkinan tidak mencapai pertumbuhan 7% secara yoy," jelas Deky.

Belum lagi sentimen global yang juga masih belum kondusif. "Jadi, memang banyak sentimen negatif yang mempengaruhi," imbuhnya.

Sektor perbankan memang masih perlu menghadapi banyak tantangan. Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan penyaluran kredit perbankan di kuartal IV bisa lebih lambat dibandingkan kuartal III. Hal ini seiring perlambatan ekonomi dalam negeri.

Meski ada program amnesti pajak, namun dampaknya akan lebih banyak terasa di tahun depan. "Tahun ini bukan tahun ekspansi kredit," ujar Hans.

Menurut dia, perbankan sedang berhati-hati dan selektif dalam memberi penyaluran kredit, karena angka non peforming loan (NPL) masih lumayan tinggi. Hans memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan tahun ini sekitar 9%.

Perlambatan kredit juga disebabkan banyaknya perusahaan yang sudah mendapatkan kredit namun tidak menarik kredit mereka, karena masih menahan ekspansi. "Kemungkinan likuiditas bank masih agak ketat. Karena banyak dana pensiun menarik uang ke surat berharga negara (SBN)," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto