JAKARTA. Transaksi multilateral Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) sudah mencapai 81% dari target tahun ini. Di tahun depan, BBJ menargetkan, transaksi multilateral tersebut bisa tumbuh 50% ketimbang tahun ini. BBJ menargetkan, transaksi multilateral pada tahun ini mencapai hingga 350.000 lot. Artinya, tahun depan transaksi multilateral BBJ bisa mencapai 525.000 lot. BBJ menyiapkan berbagai strategi untuk mencapai target itu. BBJ akan membuka pasar emas fisik dengan satuan lebih kecil untuk menjangkau investor ritel. Adapun satuan emas yang diperdagangkan yaitu 5 gram, 10 gram, 50 gram hingga 100 gram.
Direktur Utama BBJ, Sherman Rana Krishna bilang, pihaknya juga berupaya menarik minat investor dengan memperbanyak komoditas. Setelah pasar fisik CPO berjalan, per Desember ini, BBJ akan merambah kontrak fisik untuk komoditas kopi, karet, dan batubara. Hingga akhir Oktober lalu, transaksi multilateral BBJ mencapai 285.268 lot atau sebesar 81% dari target sepanjang tahun ini. Komoditas yang menjadi penggerak transaksi di BBJ adalah kontrak-kontrak berbasis emas yang menyumbang 60% dari total volume transaksi. Kontrak-kontrak berbasis olein menyumbang 26% dari total volume transaksi multilateral BBJ, dan kontrak-kontrak berbasis kakao menyumbang 14% dari total volume multilateral BBJ. Bihar Sakti Wibowo, Direktur BBJ mengatakan, dengan bertambahnya produk yang diperdagangkan, maka secara otomatis akan meningkatkan penambahan jumlah pelaku pasar yang bertransaksi melalui BBJ. Dalam jangka panjang, pihaknya berharap, beberapa komoditas yang menjadi unggulan Indonesia bisa memegang harga acuan di pasar global. Sehingga, volume transaksi dalam perdagangan komoditas berjangka akan meningkat.
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Sutriono Edi mengatakan, ada keinginan untuk mendorong komoditas yang produksinya di Indonesia untuk ditransaksikan di bursa, sehingga harga dunia bisa mengacu ke bursa Indonesia. "Kalau kita punya bursa yang kuat, bisa menentukan harga sendiri. Kita menjadi referensi," ujar Sutriono. Komoditas yang didorong untuk menjadi acuan harga pasar global adalah kakao. Sutriono mengatakan, kakao Indonesia sudah bisa berdaulat karena volume transaksi kakao sudah 60% dari Jakarta. Begitu juga dengan sawit yang sudah menggunakan 60% produksi dari dalam negeri. "Kita kembangkan dulu, kalau sudah banyak transaksi artinya eksportir kita besar. Sayang kalau harganya mengacu pasar luar," imbuh Sutriono. Selain merilis produk baru, BBJ juga menggelar sosialisasi dan edukasi bursa berjangka. "Edukasi ini bertujuan agar masyarakat lebih melek industri, sehingga tidak mudah dimanfaatkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab melalui penawaran produk berjangka yang tidak memiliki izin," ujar Bihar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati