BBM naik, saham tahan banting dipilih



JAKARTA. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tinggal menghitung hari. Ini seiring pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP)  2013 dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (17/6).

Kenaikan harga BBM tentu bakal berdampak pada kinerja keuangan emiten-emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI). Reza Nugraha, analis MNC Securities memperkirakan, dampak kenaikan harga BBM ini akan dirasakan merata oleh emiten di semua sektor usaha.

Namun, ada sektor yang memang lebih tahan banting, misalnya farmasi. Sektor ini tetap akan tumbuh meski inflasi melonjak. Sebab, produk farmasi tetap akan dibeli masyarakat yang membutuhkannya. "Konsumsi obat tidak bisa ditawar-tawar, kalau sakit ya harus dibeli," ujar Reza. Dus, ia yakin, kinerja emiten sektor farmasi terutama PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) bakal tetap tumbuh meski harga BBM naik.


PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS), menurut Reza, juga termasuk emiten yang diuntungkan dengan bila harga BBM naik. Sebab, permintaan gas sebagai penopang kebutuhan energi perusahaan, justru akan meningkat.

Ahyanizzaman, Direktur Keuangan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) mengatakan, secara operasional, kenaikan harga BBM sebenarnya tidak terlalu signifikan menguras belanja energi perusahaan. Ia mencontohkan SMGR. Selama ini, biaya transportasi berkontribusi sekitar 15% dari total harga pokok penjualan (HPP) SMGR.

Dari jumlah itu, BBM menyedot 40% dari total biaya transportasi. Artinya, porsi BBM hanya 6% dari total HPP SMGR. Dari porsi itu, setengahnya masih menenggak BBM bersubsidi untuk transportasi darat. "Kalau harga naik sekitar 10%, dampaknya tidak signifikan terhadap beban BBM perusahaan," kata Ahyanizzaman kepada KONTAN, Rabu (19/6).

Namun, yang ia cemaskan,  bila harga BBM naik akan berimbas pada melorotnya permintaan semen, terutama dari sektor ritel. Maklum, sekitar 80% produksi semen SMGR diserap segmen ritel. Sisanya dijual untuk kebutuhan industri.

Toh, SMGR menilai dampak kenaikan BBM ini tidak akan terlalu lama. "Biasanya, semuanya akan kembali normal dalam waktu 6 bulan-9 bulan," tutur Ahyanizzaman.Andre Sukendra Atmaja, Presiden Direktur MYOR pun bilang, dampak secara langsung kenaikan harga BBM sebenarnya tidak terlalu terasa. Terlebih, kegiatan operasional MYOR kebanyakan menggunakan gas.

Namun, seperti halnya SMGR, MYOR juga mengkhawatirkan dampak dari melonjaknya inflasi sebagai paket wajib kenaikan harga BBM. MYOR cemas daya beli masyarakat bakal tergerus sehingga berimbas pada penjualan produknya.

Tak menutup kemungkinan, kondisi ini memaksa MYOR mengerek harga produknya. "Pada saat yang tepat, kami akan naikkan harga produk," kata Andre.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie