JAKARTA. Putusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memberi wewenang bagi pemerintah untuk sewaktu-waktu menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tak lantas membuat kebijakan ini bebas risiko. Ekonom menilai, pemerintah perlu mencari waktu yang pas agar dampak kenaikan harga BBM tak mengganggu target pertumbuhan ekonomi, terutama daya beli masyarakat. Risiko pertama yang harus diantisipasi pemerintah adalah kejelasan waktu kapan harga BBM akan naik. "Jika tidak ada deviasi yang jelas, begitu ada kenaikan harga minyak bisa memicu spekulasi inflasi," ujar ekonom Bank Bank International Indonesia (BII) Juniman, kemarin. Ia berpendapat, penetapan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$ 100 per barel pada tahun depan sebenarnya sudah terlalu riskan. Pasalnya, saat ini, saja rata-rata harga minyak mentah di pasar dunia berkisar US$ 90 per barel - US$ 100 per barel. Kalau tahun depan ada kenaikan permintaan minyak, otomatis harga ICP akan naik di atas US$ 100 per barel.
BBM naik sekali perkecil risiko inflasi
JAKARTA. Putusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memberi wewenang bagi pemerintah untuk sewaktu-waktu menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tak lantas membuat kebijakan ini bebas risiko. Ekonom menilai, pemerintah perlu mencari waktu yang pas agar dampak kenaikan harga BBM tak mengganggu target pertumbuhan ekonomi, terutama daya beli masyarakat. Risiko pertama yang harus diantisipasi pemerintah adalah kejelasan waktu kapan harga BBM akan naik. "Jika tidak ada deviasi yang jelas, begitu ada kenaikan harga minyak bisa memicu spekulasi inflasi," ujar ekonom Bank Bank International Indonesia (BII) Juniman, kemarin. Ia berpendapat, penetapan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$ 100 per barel pada tahun depan sebenarnya sudah terlalu riskan. Pasalnya, saat ini, saja rata-rata harga minyak mentah di pasar dunia berkisar US$ 90 per barel - US$ 100 per barel. Kalau tahun depan ada kenaikan permintaan minyak, otomatis harga ICP akan naik di atas US$ 100 per barel.