KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan
research octane number (RON) rendah membawa dampak buruk bagi lingkungan. Termasuk juga pada persoalan kesehatan masyarakat hingga kepentingan perekonomian nasional. Mengingat berbagai dampak buruk itulah, mau tidak mau peralihan penggunaan BBM RON rendah menuju RON tinggi memang harus segera diimplementasikan. Apalagi secara aturan, sebenarnya penerapan sudah harus dilakukan pada tahun lalu. "Ini berdampak kesehatan yang harus ditanggung oleh masyarakat, dan pengaruhnya juga meluas ke perekonomian juga," kata Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi WALHI Nasional Dwi Sawung dalam keterangannya, Senin (30/11).
Ini, kata Dwi, jelas ketidakadilan sosiologis. Masyarakat harus menerima beban dan dampak atas penggunaan BBM RON rendah. BBM dengan RON rendah menyebabkan kualitas udara menjadi jauh menurun, tentu akan berpengaruh kepada ekosistem global. "Jika kondisi tersebut terus berlanjut, maka dampaknya juga akan terus terakumulasi dan kian membesar," beber dia.
Baca Juga: Meski ada promo diskon Pertalite, harga BBM di Malaysia jauh lebih murah Di Jakarta misalnya, kondisi kualitas udara pada lima hingga 10 tahun depan dianggap banyak pihak mulai mengkhawatirkan. Terlebih dengan jumlah kendaraan bermotor yang kian bertambah, bahkan hampir sama dengan jumlah penduduknya. "Saat ini sudah terjadi krisis iklim. Kalau semua tidak aware dengan kondisi seperti ini, tentu ke depan bakal semakin massif," ungkap dia. Karena itu peningkatan kualitas BBM ini sudah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak dan krusial. Di lain pihak, secara sosiologis, lanjut dia menjelaskan bahwa konsumsi BBM RON rendah mengakibatkan ketidakadilan sosiologis yang dampaknya baru akan bisa dirasakan dalam jangka panjang. "Karenanya perlu ada komitmen bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk dapat mulai beralih pada BBM dengan RON tinggi yang lebih ramah lingkungan," ucap dia. Bila mengabaikan lingkungan, yang antara lain tetap memakai BBM RON rendah, sama saja dengan bencana. Masyarakat, kata dia, yang harus menerima beban sosiologis itu. Dampak buruk tersebut, kata dia, karena sektor transportasi memang menjadi penyumbang yang cukup signifkan terhadap polusi udara. Ada sekitar 40 persen total emisi, merupakan kontribusi dari sektor tersebut. Dampak buruk makin dirasakan di berbagai kota besar, seperti Jakarta. "Ada sulfur dan juga hidrokarbon yang jauh lebih banyak dibandingkan BBM RON tinggi," ungkap dia.
Baca Juga: Pemerintah tuntaskan program konversi BBM ke BBG untuk nelayan tahun 2020 Untuk itu, Koordinator Indonesia Energy Watch (IEW) Adnan Rarasina melanjutkan, BBM oktan rendah seharusnya segera dihapus.
Apalagi, lanjutnya, di pasar internasional juga tidak ada lagi yang menjual bensin RON 90 maupun RON 88. "Ini moment yang baik untuk mengurangi Pertalite sekalian. Tidak ada di dunia jual bensin di bawah RON 90 kecuali tujuh negara termasuk Indonesia," ujar dia. Bila BBM dengan RON rendah, maka pemerintah bisa menjual bensin dengan kualitas baik dan tentunya harus didukung dengan harga yang murah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto