JAKARTA. Tren jatuhnya harga minyak mencuatkan harapan: bunga kredit bakal turun. Bank Indonesia (BI) berjanji akan memangkas suku bunga acuan atau BI rate bila harga bahan bakar turun. Direktur Eksekutif Bidang Moneter dan Ekonomi BI Juda Agung mengatakan, penurunan harga minyak berpotensi bisa membuat laju inflasi menjadi kian landai. Hitungan Juda, penurunan harga minyak dunia di kisaran US$ 30 sebarel akan berimbas signifikan terhadap laju inflasi. Apalagi, jika asumsi harga minyak pemerintah di anggaran juga diturunkan dari US$ 50 menjadi US$ 40 per barel.
Turunnya acuan harga minyak dalam anggaran sudah tentu berkorelasi erat dengan penurunan harga-harga barang khusus yang ditentukan pemerintah
(administrated price), seperti bahan bakar minyak, tarif listrik, serta harga gabah. "Pemerintah bisa pangkas BBM lagi. Ini akan menjadi faktor besar mendorong penurunan BI rate," tandas Juda, Rabu (20/1). Apalagi, rendahnya harga minyak juga memicu keraguan The Fed untuk menaikkan suku bunganya lagi. Dengan begitu, bank sentral bisa lebih leluasa memotong suku bunga pada kuartal I. Kepala Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih bilang, BI bisa memanfaatkan momentum anjloknya harga minyak untuk memangkas suku bunga. Apalagi jika pemerintah menurunkan harga BBM lagi. "Dengan catatan rupiah tetap di level Rp 14.000 per dollar AS," tuturnya. Turunannya, BI bisa menurunkan BI rate 75 bps-100 bps di semester I dari posisi saat ini dari 7,25%. Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, peluang harga BBM turun terbuka. Dengan harga minyak di US$ 27,63 per barel, harga BBM khususnya premium harusnya lebih murah dari Rp 7.050 per liter. Hitungan Mamit, dengan harga minyak mentah US$ 30 per barel, harga keekonomian premium Rp 5.000 per barel. "Itu dihitung mentah, ya," kata dia.
Namun, ada variabel lain yang menyebabkan harga premium tak semurah itu yakni margin stasiun pengisian bahan bakar (SPBU dan harga BBM yang dibeli Pertamina. Pengamat energi Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmi Radi bilang, harga keekonomian premium dan solar yang Januari ini sudah tak relevan. "Harusnya turun lagi. Tapi sulit karena evaluasinya tiap tiga bulan," katanya. Artinya keputusan harga baru di Maret. Padahal, jika bisa memanfaatkan momentum ini, gerak ekonomi dalam negeri bisa lebih cepat berputar, terdorong naiknya belanja konsumen dan turunnya bunga kredit. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie