BBTN diuntungkan adanya Tapera karena pendanaan lebih pasti daripada FLPP



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah baru saja mengeluarkan peraturan pemerintah baru PP no 25 tentang Tapera. Beberapa poin penting dalam peraturan tersebut adalah Tapera akan efektif pada tahun 2021 dan pada akhirnya akan menggantikan fasilitas skema subsidi pendanaan alias Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). 

Tagihan Tapera ini akan ditarik dari pegawai negeri 3% dari gaji, karyawan 2,5% sementara 0,5% dibayar perusahaan. Kontribusi Tapera non-PNS paling lambat pada 2027.

Analis Indo Premier Sekuritas, Jovent Muliadi dan Anthony dalam riset Rabu 3 Juni 2020 memperkirakan, dana Tapera 60% diambil dari dana anggaran negara dan daerah untuk SDM. Karena itu, Jovent dan Anthony menganggap 40% sisanya merupakan tunjangan bukan gaji pokok. Ini artinya pemerintah harus mengeluarkan pendaanaan sebesar Rp 12 triliun-Rp 13 triliun setiap tahun. Angka ini lebih tinggi anggaran FLPP Rp 9 triliun-Rp 10 triliun. 


Baca Juga: Mengenal Tapera, iuran baru yang bakal potong gaji karyawan 2,5%

Yang perlu diperhatikan anggaran FLPP pada tahun 2017-2019 anggaran FLPP hanya sebesar Rp 2 triliun-Rp 5 triliun. Catatan saja, pendanaan ini selalu menjadi masalah bagi BBTN.

Tapi pada Tapera akan berbeda karena ada kepastian pendanaan. "Kami berpikir bahwa kekhawatiran tentang lonjakan biaya dana dapat dikurangi," kata Jovent dan Anthony. 

Hingga April 2020, portofolio BBTN yang direstrukturisasi terdampak Covid 19 mencapai Rp 14 triliun atau sekitar 6% dari total kredit. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan BUMN lain. 

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) misalnya mencapai Rp 101 triliun setara dengan 11% dari total kredit. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mencapai Rp 70 triliun setara dengan 12% dari pinjaman. 

Sepanjang tahun ini, restrukturisasi kredit BBTN diperkirakan sekitar Rp 45 triliun atau 18% dari total pinjaman. Tetapi hingga akhir Mei 2020, restrukturisasi kredit masih rendah. Hal ini disebabkan proporsi peminjam hipotek mencakup 80% dari total kredit dan memiliki pendapatan tetap.

Selama empta bulan di tahun ini, BBTN membukukan laba Rp 505 miliar atau turun 37% secara tahunan. Sebagian besar penurunan karena peningkatan provisi yakni naik 86% yoy. 

Baca Juga: BP Tapera sah diteken, Bank BTN bakal lebih ekspansif

Ini berarti ada kenaikan biaya kredit (CoC) di empat bulan di 2020 sebesar 70 bps dari 40 bps di empat bulan di 2019. Sepanjang tahun ini, CoC BBTN menurut manajemen sebesar 1,2%. Angka ini sama seperti proyeksi dari analis Indo Premier. 

Pertumbuhan NIM stagnan di 3% secara mom masih tertinggal terhadap target 3,2%-3,3% di sepanjang tahun ini. 

Meski demikian, Jovent dan Anthony masih menyarankan beli dengan target Rp 1.200. "Kami menjaga perkiraan penghasilan kami untuk saat ini karena provisi yang lebih rendah dan nilai restrukturisasi yang lebih rendah," kata dia. Indo Premier memperkirakan net interest income BBTN akan mencapai Rp 9,49 triliun naik dari tahun 2019 Rp 8,96 triliun. 

Sedangkan total pendapatan juga naik dari Rp 11,07 triliun menjadi Rp 11,42 triliun. Sedangkan laba bersih melesat dari Rp 209 miliar menjadi Rp 845 miliar di tahun 2020. 

Baca Juga: Punya duit triliunan, BP Tapera bisa investasi saham, surat utang sampai obligasi

Indo Premier menggarisbawahi risiko BBTN ada pada masalah restrukturisasi dan penghapusan saham BBTN dari indeks MSCI yang bisa membuat harga saham menurun. Hingga pukul 12.42 WIB, harga saham BBTN di Rp 1.010 per saham. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana