JAKARTA. Bank Indonesia mengevaluasi kemajuan migrasi teknologi dari magnetic stripe menjadi microchip. Tinjauan ini dilakukan lantaran penggunaan teknologi microchip bukan terbatas pada kartu debit/ ATM terbitan perbankan saja, tetapi juga menyangkut mesin ATM dan juga electronic data capture (EDC). Head Of Consumer Card Bank Central Asia Santoso mengungkapkan, BCA sudah siap dengan platform National Standars Indonesia Chip Card Spesification (NSICCS) baru yang ditetapkan oleh BI. Bahkan BCA telah mengimplementasikan platform tersebut pada mesin ATM dan juga EDC miliknya. "Mesin ATM dan EDC dengan platform NSICCS yang bisa membaca kartu debit/ ATM berteknologi cip sudah tersebar. Jadi tinggal gongnya saja dari BI. Begitu gong, maka kami langsung mengganti kartu debit/ ATM dengan yang menggunakan cip agar mesin ATM platform NSICCS bisa digunakan," ucap Santoso, Kamis (19/11).
Menurut Santoso, sejak awal tahun 2015, bank yang terafiliasi dengan Grup Djarum ini telah meng-upgrade mesin ATM dan juga EDC dengan platform NSICCS. Santoso tak memungkiri terdapat beberapa merk mesin ATM yang sampai saat ini masih membutuhkan sertifikasi terhadap platform NSICCS tersebut. "Ada beberapa merk mesin ATM lama yang berlum tersertifikasi terhadap brand-nya sendiri. Untuk yang seperti itu, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Sehingga nanti akan kami pasang pengumuman di unit mesin ATM tersebut bahwa tidak siap untuk terima kartu jenis baru," jelas Santoso. Untuk kartu debit, BCA mengaku masih memerlukan waktu transisi untuk memenuhi aturan implementasi. Sebab, setidaknya sebanyak 14 juta kartu debit milik BCA beredar saat ini. BCA akan mulai mengedarkan kartu debit/ ATM berteknologi cip secara bertahap lantaran menyangkut biaya yang tidak sedikit. Santoso merinci, kartu debit/ ATM menggunakan chip harganya lebih mahal daripada magnetic. Satu unit kartu debit Kalau dengan chip membutuhkan US$ 2. Dengan jumlah kartu debit sebanyak 14 juta kartu yang beredar, BCA harus merogoh kocek mencapai US$ 28 juta.