JAKARTA. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) akan menurunkan suku bunga depositonya. Deposito dengan nominal diatas Rp 25 miliar bunganya kembali akan diturunkan menjadi 8,5% menjadi 9% mulai September mendatang. Analis MNC Securities Reza Nugraha menilai, kebijakan ini dilakukan manajemen BBCA sebagai upaya untuk mengejar bottom line perseroan. "Karena kredit yang lebih tinggi akan membuat bottom line bank juga meningkat," ujarnya, Jumat (29/8). Perlu diketahui, ada dua komponen dasar yang dapat mempengaruhi kinerja bank. Pertama, bunga kredit, dan kedua bunga simpanan yang mana dalam hal ini termasuk bunga deposito didalamnya.
Langkah ini tentunya akan membuat Dana Pihak Ketiga (DPK) BBCA mengalir keluar. Sebab, dengan diturunkannya bunga deposito, maka secara psikologis akan membuat nasabah BBCA beralih ke bank lain yang menawarkan bunga deposito lebih tinggi. Tapi, hal ini dinilai bukan menjadi masalah. Sebab, BBCA telah memiliki DPK yang terbilang besar, mencapai Rp 421.2 triliun pada semester I lalu. Lebih lanjut Reza menjelaskan, meski bunga deposito BBCA diturunkan, tapi bunga kreditnya akan tetap dijaga manajemen seperti saat ini. Padahal, perbankan lain cenderung meningkatkan bunga kreditnya. Jadi, keluarnya DPK tadi akan terkompensasi oleh bertambahnya debitur karena bunga kredit BBCA menjadi lebih murah dibanding bank lain. Kebijakan perseroan untuk menurunkan bunga deposito tersebut juga akan berdampak pada net interest margin (NIM) yang akan tetap stabil di level 6,5%. Saat ini, rata-rata NIM industri perbankan ada di level 5%. "Dengan kebijakan itu, mereka (BBCA) tidak masalah dengan berkurangnya DPK untuk sementara waktu. NIM mereka juga akan tetap stabil. Lalu, profitabilitas mereka juga akan tetap terjaga. Turunnya DPK justru juga bisa menjadi langkah efisiensi karena cost of fund yang akan menjadi lebih sedikit," tutur Reza. Mengingatkan saja, sejak Agustus lalu BBCA telah menurunkan bunga depositonya sebesar 0,25% menjadi 9%. September mendatang kembali akan diturunkan menjadi 8,5%. "Jadi sampai akhir tahun akan turun 0,75% secara akumulasi dari 9,25% menjadi 8,5%," jelas Jahja Setiaatmaja, Presiden Direktur BBCA pada kesempatan sebelumnya. Menurutnya, kebijakan tersebut diambil guna mengurangi masalah likuiditas yang dapat mengurai kantong BBCA. Sebab, dengan banyaknya DPK maka cost of fund yang perlu dibayarkan pun akan menjadi lebih mahal. Likuiditas BCA yang disimpan di instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI), misalnya, hanya mendapatkan yield sekitar 7%. Padahal, BCA harus membayar dana mahal nasabah, setidaknya 9%. "Kebanyakan likuiditas, kami rugi karena bayarnya mahal. Kalau kami dapat cost of fund katakan di 7,8%, itu lebih baik. Kami mengalah untuk mengurangi suku bunga deposito, jadi nasabah yang pindah bank, dana-nya dapat dinikmati oleh bank lain. Sehingga kami tidak perlu menaikkan lagi suku bunga deposito," jelas Jahja.
Penurunan suku bunga deposito ini tentu akan mengurangi capaian dana mahal dan akan berpengaruh pada DPK BBCA secara keseluruhan. Karena itu, BCA merevisi target DPK menjadi 10% sampai dengan akhir tahun. Tapi menurutnya, target DPK hanyalah sekedar target. Yang penting itu bottom line perseroan. Kalau dengan alternatif financing cost of fund bisa lebih murah, hal itu dinilai lebih baik meski DPK tidak mencapai target. "Kami tentu sudah memperhitungkan hal ini (penurunan target DPK). Tapi menurunkan bunga deposito lebih profitable daripada mengejar target DPK," pungkas Jahja. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan