BCA turunkan suku bunga deposito di atas Rp 25 M



JAKARTA. PT Bank Central Asia (BCA) Tbk menurunkan tingkat suku bunga deposito untuk simpanan berjangka dengan nominal di atas Rp 25 miliar. Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja mengungkapkan, sejak 1 Agustus lalu, pihaknya telah menurunkan suku bunga deposito untuk simpanan di atas Rp 25 miliar dari 9,25% menjadi 9%.

Menurutnya, penurunan tingkat suku bunga pinjaman masih akan berlanjut. Bulan depan, bank dengan kode emiten BBCA ini akan kembali menurunkan suku bunga depositonya ke level 8,75%-8,5%.

"Suku bunga deposito untuk simpanan di atas Rp 25 miliar sudah kami turunkan 25 bps (basis poin). Bulan depan turun lagi sekitar 25 bps-50 bps. Kami akan turunkan secara bertahap, untuk deposito yang besar-besar. Akhir tahun akan menjadi 8,75%-8,5%," kata Jahja di Jakarta, Rabu (13/8).


Meski begitu, BCA tidak menurunkan suku bunga deposito untuk simpanan berjangka dengan nominal di bawah Rp 25 miliar. Bank milik grup Djarum ini tetap memberikan suku bunga sebesar 7,75% untuk simpanan di bawah Rp 25 miliar.

Jahja menjelaskan, penurunan suku bunga dana mahal ini karena menurutnya likuiditas yang dimiliki BCA sudah cukup berlebih. Selain itu, yield dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) hanya sebesar 7,75%. Dengan begitu, bank harus menurunkan suku bunga dana mahal, untuk memangkas pula biaya dana atau cost of fund.

"Kalau kami harus bayar deposito dengan bunga 9%, sedangkan SBI cuma dapat 7,75%, maka harus turunkan bunga deposito," ujarnya.

Penurunan bunga deposito untuk simpanan lebih dari Rp 25 miliar, memang tidak serta merta memangkas cost of fund BCA. Hal ini karena, deposito yang dimiliki BCA jumlahnya relatif kecil hanya sebesar 22% dari total dana pihak ketiga (DPK).

Ke depannya, BCA kemungkinan juga akan menurunkan suku bunga kreditnya. Meski begitu, penurunan suku bunga kredit masih akan memerlukan jeda waktu. Hal ini karena, BCA memang ingin membatasi pertumbuhan penyaluran kredit.

"Suku bunga kredit belum turun dulu, karena pasti ada jeda waktu. Kalau secara umum cost of fund turun, pasti suku bunga kredit kami turunkan. Permasalahannya kami mau membatasi kredit. Kalau suku bunga kredit kami turunkan, nanti permintaan kredit naik lagi. Likuiditas ketat lagi dan pusing lagi," jelas Jahja.

Lebih lanjut Jahja mengungkapkan, longgarnya likuiditas ini bisa dirasakan jika perbankan tidak ngotot untuk menargetkan pertumbuhan penyaluran kredit yang terlalu tinggi. Jahja memperkirakan, pertumbuhan kredit secara industri perbankan nasional sampai dengan akhir tahun ini akan berada dikisaran 13%-15%.

Menurutnya, pertumbuhan penyaluran kredit sebesar maksimal 15% itu sudah cukup baik di tengah kondisi pertumbuhan ekonomi nasional saat ini. Target pertumbuhan penyaluran kredit yang diarahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bank Indonesia sebesar 15%-17% akan sulit tercapai.

"Bisa saja target itu tercapai, kalau dipaksakan. Tapi kemudian likuiditas akan ketat lagi. Kalau target pertumbuhan kredit sampai akhir tahun ditarik turun jadi 13%-15%, akan baik. BCA sendiri sementara ini menargetkan pertumbuhan kredit sampai 10% saja," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie