BDR Indonesia lolos pailit



JAKARTA. Perusahaan kontraktor minyak dan gas PT BDR Indonesia dapat bernafas lega. Pasalnya, BDR lolos pailit setelah majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan pailit yang diajukan mitra kerjanya PT ABB Sakti Industri.

"Mengadili menolak permohonan pailit penggugat (ABB) untuk seluruhnya," ungkap ketua majelis hakim Mas'ud dalam amat putusannya, Selasa (8/3).

Dalam putusannya, majelis menimbang, permohonan pailit ABB tak memenuhi syarat Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayarab Utang lantaran, tak dapat dibuktikan secara sederhana.


Majelis menilai, BDR dapat membuktikan dalilnya terkait bukti invoice perjanjian kerja sama dan pembatalan kerja sama yang terjalin keduanya. Dimana, justru ABB juga ABB juga terbukti memiliki utang kepada BDR sebesar US$ 386.900 yang timbul dari putusnya kerjasama yang dijalin keduanya pada 16 Desember 2014.

Tak hanya itu, majelis juga menilai ABB gagal membuktikan kalau BDR memiliki lebih dari satu kreditur. Di mana, dalam permohonanya, ABB menyertakan Kantor Pajak sebagai kreditur lain.

"Majelis menilai, kantor pajak tidak bisa diajukan sebagai kreditur lain karena memiliki kedudukan yang istimewa," tambah Mas'ud. Sehingga sudah seharusnya permohonan pailit ditolak, lanjutnya.

Kuasa hukum BDR Indonesia Pringgo Sanyoto mengatakan  putusan hakim sudah melalui pertimbangan yang matang. Sehingga putusan tersebut menegaskan tidak ada sangkaan utang, apalagi kliennya (BDR) masih mampu membayar utang.   "Kami tidak bisa banyak berkomentar tentang keputusan hakim. Intinya, permohonan pailit sudah ditolak,” katanya kepada KONTAN Selasa (8/3).

Sementara itu, Kuasa Hukum ABB Sakti Industri Paskah Sembiring mengatakan masih belum memutuskan langkah apa yang akan dieksekusi oleh kliennya. "Kita terima putusan majelis hakim, untuk langkah hukum selanjutnya kami akan bicarakan terlebih dahulu oleh klien," ujar dia.

Sekadar mengingatkan, perkara ini bermula ketika ABB mengajukan permohonan pailit kepada BDR lantaran BDR memiliki utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih sebesar US$ 520.085. Utang tersebut dimulai lewat perjanjian kerjasama pada 20 Januari 2012.   Isi dari perjanjian kerja sama itu meliputi pembelian produk layanan seperti suku cadang. Seperti diketahui, ABB adalah perusahaan yang bergerak di bidang perangkat teknologi, produk, sistem dan solusi. ABB juga melayani dukungan lifecycle service, suku cadang, perbaikan, rekondisi, migrasi dan dukungan teknis.   Sebelumnya, dalam jawabannya Pringgo mengungkapkan kliennya menolak dalil-dalil permohonan ABB. Pasalnya, permohonan pailit yang diajukan ABB tidak lah sederhana.   Lebih lanjut dia menjelaskan justru ABB lah yang memiliki utang kepada BDR sebesar US$386.900. Utang tersebut timbul berdasarkan adanya pemutusan perjanjian kerjasama pada 16 Desember 2014.   Dalam pembatalan perjanjian itu salah satu klausulnya menyebutkan, ABB berhak membeli kembali setiap stok produk yang masih berada dalam penguasaan sumber pihak ketiga dengan harga pembelian asli dikurangi 10%.   Dengan begitu, imbuh Pringgo, akibat adanya pemutusan perjanjian kerjasama maka mewajibkan ABB untuk membeli kembali seluruh barang yang ada pada BDR. Barang  yang tersimpan oleh BDR ditaksir sebanyak 1.270 unit atau senilai US$725.741.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie