KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemanfaatan berbagai fasilitas bea dan cukai maupun perpajakan atas impor barang untuk penanganan pandemi Covid-19 terus berlanjut. Hingga 13 Juli 2020, realisasi pemberian fasilitas pabean tersebut telah mencapai Rp 1,51 triliun. Direktur Fasilitas Kepabeanan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemkeu) Untung Basuki memerinci, nilai insentif tersebut diberikan untuk tiga jenis fasilitas.
Baca Juga: Resesi ekonomi tergantung dari penanganan kesehatan Pertama, pemberian fasilitas khusus alat kesehatan (alkes) untuk Covid-19 sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34/2020 sebesar Rp 1,03 triliun. Dari nilai impor alkes Covid-19 sebesar Rp 4,83 triliun, pemerintah memberikan pembebasan bea masuk sebesar Rp 370,01 miliar, tidak dipungut pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 453,35 miliar, dan dikecualikan dari pajak penghasilan (PPh) 22 Rp 204,98 miliar. "Penerima fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak impor paling banyak menggunakan skema PMK 34/2020," kata Untung dalam konferensi pers daring, Kamis (16/7).
Baca Juga: Insentif pajak UMKM bakal diperpanjang Bea Cukai mencatat, impor barang dengan fasilitas skema PMK 34 terdiri dari beberapa kategori alat kesehatan. Kategori alkes masker, didominasi oleh masker bedah sebanyak 99 juta unit dengan nilai impor Rp 400 miliar, diikuti masker lainnya sebanyak 52,7 juta pcs senilai Rp 276 miliar, dan masker gas 3,4 juta unit senilai Rp 15,2 miliar. "Alkes berupa pakaian pelindung diri berjumlah 3,9 juta unit dengan nilai impor Rp 789 miliar. Untuk impor hand sanitizer sebanyak 2,3 juta unit dengan nilai impor Rp 44,1 miliar," tambahnya.
Kedua, pembebasan bea masuk dan perpajakan untuk impor yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan Badan Layanan Umum (BLU) sesuai PMK 171 sebesar Rp 337,17 miliar. Secara terperinci, fasilitas tersebut terdiri dari pembebasan bea masuk Rp 160,63 miliar, tidak dipungut PPN Rp 105,12 miliar, dan pengecualian PPh 22 senilai Rp 71,4 miliar.
Ketiga, fasilitas impor untuk yayasan atau lembaga non profit sesuai dengan PMK 70 sebesar Rp 141,37 miliar. Ini terdiri dari pembebasan bea masuk Rp 44,17 miliar, tidak dipungut PPN Rp 59,34 miliar, dan dikecualikan PPh 22 senilai Rp 37,86 miliar. Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Ditjen Bea dan Cukai Syarif Hidayat menyebut, sejauh ini permintaan pembebasan biaya alkes cukup tinggi. Pihaknya mencatat, terdapat 15.000 dokumen permohonan yang diajukan. "Namun, dari total keseluruhan dokumen yang masuk itu, baru 11.000 dokumen permohonan yang sudah disetujui," kata Syarif. Adapun sisanya, dikembalikan lagi kepada pemohon agar pemohon bisa melengkapi dokumen sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adinda Ade Mustami