Bea Cukai catat surplus neraca dagang di kuartal I 2020, ini kata ekonom Indef



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bea Cukai mencatat sepanjang tahun 2020 nilai ekspor barang Indonesia lebih tinggi daripada impor. Hal tersebut berlangsung di tengah pandemik corona virus disease 2019 (Covid-19) yang berdampak terhadap perekonomian global.

Berdasarkan data Bea Cukai sejak awal tahun hingga 28 Maret 2020 realisasi impor berdasarkan devisa sebanyak US$ 1,9 miliar. Sementara realisasi ekspor lebih tinggi yakni US$ 3,12 miliar. Artinya devisa neraca perdagangan surplus US$ 1,22 miliar.

Adapun catatan bea cukai, berdasarkan komoditi impor berupa barang-barang konsumsi, barang-barang modal, dan bahan baku penolong. Di antaranya seperti mesin, tekstil, barang semi manufaktur, bahan baku telepon seluler.


Baca Juga: Ekonom Core memprediksi neraca perdagangan akan surplus di bulan Maret 2020

Sementara untuk ekspor didominasi oleh komoditi seperti batubara, barang tambang, mineral dan logam, minyak mentah, dan turunannya, serta bahan primer dalam bentuk butiran.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Lembaga Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Syarif Hidayat mengatakan surplus neraca dagang bulan lalu disebabkan oleh komponen ekspor komoditi bahan alam.

Sehingga bahan baku ekspor tidak ketergantungan impor. “Jadi tidak tergantung bahan impor,” kata Syarif kepada Kontan.co.id, Selasa (7/4).

Ekonom Institute for Development on Ekonomic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengindikasi surplus neraca dagang karena kenaikan harga emas dan harga batubara yang stabil.

Ekspor emas memanfaatkan momentumnya menjadi safe haven di tengah ancaman resesi global saat ini. Sementara permintaan batubara meningkat karena bahan baku pembangkit listrik yang murah.

Baca Juga: Ekonom CIMB Niaga sarankan BI aktifkan bilateral currency swap agreement

Namun demikian, secara umum harga komoditas turun karena pertumbuhan ekonomi global yang menyusut. Dus, melemahnya harga minyak turut membantu turunnya value impor migas sepanjang tiga bulan terakhir.

Meski demikian Enny menilai, terganggunya rantai pasok bahan baku industri non-migas karena larangan impor dari China akan berdampak terhadap penurunan ekspor ke depan. Namun, ketika impor China sudah dibuka akan jadi buah simalakama, karena bakal mempertebal lagi impor.

Enny bilang, neraca dagang tahun ini bakal defisit, tetapi dia belum bisa memperkirakan besarannya, karena situasi saat ini sangat dinamis.

“Ini mengejutkan bisa surplus lagi. Saya kira ke depan akan berjalan normal. Akhir tahun neraca dagang masih mempertahankan defisit,” kata Enny kepada Kontan.co.id.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto