JAKARTA. Kendati resmi hengkang, produk mobil Ford belum menghilang sama sekali di pasar Indonesia. Produk baru mobil asal pabrikan Amerika Serikat ini masih terpampang di ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS), 11 – 21 Agustus 2016 lalu di Serpong, Tangerang. Itu dikarenakan Ford Nusantara, salah satu dealer Ford di Indonesia, tetap mempertahankan eksistensi merek itu dengan membuka booth di pameran tersebut. Keputusan Ford hengkang dari Indonesia menyisakan segudang persoalan bagi dealer dan konsumen. Sejauh ini, alasan resmi Ford keluar dari pasar Indonesia adalah karena penurunan penjualan. Di balik hengkangnya Ford secara tergesa-gesa tak lepas dari persoalan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah untuk impor mobil Ford Everest. Gencarnya kebijakan pajak Pemerintah RI sejak awal 2016, turut mempengaruhi Ford untuk bergegas hengkang dari Indonesia. Kepala Sub Direktorat Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Denny Surjantoro menegaskan pihaknya berjanji bakal melanjutkan dan mengecek informasi tersebut. “Akan kami coba cek ke lapangan,” ujar Denny kepada wartawan, Selasa (30/8). Denny enggan berkomentar banyak mengenai potensi pelanggaran hukum oleh Ford. Menurut dia, pihaknya akan menelaah dan cross check di lapangan mengenai informasi tersebut. "Nanti kami coba telaah terlebih dahulu seperti apa karena belum dapat info detilnya seperti apa," tegas Denny. Selama ini, Ford Everest adalah produk unggulan Ford. Di beberapa negara, Everest bahkan melampaui pesaing dekatnya. Di India, misalnya, Everest melampaui penjualan Toyota Fortuner, Mitsubishi Pajero Sport, dan Hyundai Santa fe. Data Gaikindo menyebutkan dalam lima tahun terakhir (2011-2015), Ford menjual 55.238 unit kendaraan. Dalam periode itu, pencapaian tertinggi penjualan Ford terjadi di tahun 2011 sebanyak 15.988 unit dan angka terendah di 2015 yakni 6.103 unit. Khusus di tahun 2011, Ford Everest terjual 1.639 unit. Informasi yang berhasil dihimpun, salah satu modus dugaan Ford menyiasati pajak adalah dengan mengubah spesifikasi dan memodifikasi mobil Everest sebelum dan sesudah impor. PT Ford Motor Indonesia (FMI), agen pemegang merek Ford, mengimpor Everest yang diproduksi di pabrik Auto Alliance Thailand/AAT (www.autoalliance.co.th) dengan model 7 seat. Untuk pasar Indonesia mereka mengirimkannya terlebih dahulu ke RMA khusus model 4x4, dengan tujuan untuk memodifikasi menjadi 10 seat sebelum ke tangan konsumen di Indonesia. Hal ini untuk menyiasati PPnBM impor di Indonesia agar jauh lebih murah. Spesifikasi 10 seat ini diterima hingga gudang FMI di Jakarta. Namun sampai konsumen di Indonesia, Ford Everest dikembalikan ke awal seperti yang diproduksi di Ford Thailand dengan spesifikasi 7 seat. Diduga trik yang dilakukan Ford melalui modifikasi spesifikasi ini diduga dimulai pada tahun 2007 hingga 2014. Caranya, Ford mengakali besaran Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Impor. Beleid PPnBM Impor mobil mewah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 12 tahun 2006, PP No.41 tahun 2013 mengenai Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Berdasarkan aturan PP tersebut, dengan spesifikasi 7 Seat, 4x4, dan 2500 CC, Everest semestinya dikenai pajak 40% dari harga unit impor yang dilaporkan sampai di Indonesia. Memang, ada jasa untuk mengubah (mengkonversi) dari 7 seat menjadi 10 seat oleh RMA di Thailand. Namun hal tersebutdiduga dimanfaatkan oleh FMI untuk menyiasati PP, sebagai syarat menyesuaikan bea masuk impor agar lebih murah. Dengan kategori dan modifikasi Everest di luar pabrik menjadi 10 seat, pajaknya menjadi hanya 10%. Dengan demikian, patut diduga FMI mendapatkan keuntungan dari pajak yang lebih rendah. Bila penjualan Everest pada 2011 dengan pajak ideal 40% pada harga jual sekitar Rp295 juta, berarti Ford seharusnya membayar pajak Rp 118 juta per unit. Namun, dengan pajak 10%, perusahaan cukup bayar Rp 29,5juta per unit. Artinya, ada selisih Rp 88,5 juta per unit. Jika penjualan Everest pada tahun 2011 adalah 1.639 unit, maka Ford kekurangan bayar pajak Rp 145 miliar. Angka ini akan lebih besar lagi, mengingat Ford juga menjual Everest pada tahun-tahun berikutnya hingga saat ini. Saat dikonfirmasi, Communication Director Ford Motor Indonesia, Lea Kartika Indra, menyebut semua unit mobil Ford yang masuk ke Indonesia sudah sesuai spesifikasi masing-masing kendaraan. Lea juga mengatakan jika Ford Indonesia menjual varian 10-seat di Indonesia. Namun, dia enggan menyebut angka penjualan Everest di Indonesia, baik versi 7-seat maupun 10-seat. “(Angka penjualannya) sesuai dengan data penjualan kendaraan yang merupakan informasi publik yang dipublikasikan Gaikindo,” tulis dia melalui pesan singkatnya. (Hasanudin Aco)
Bea cukai selidiki kejanggalan impor Ford Everest
JAKARTA. Kendati resmi hengkang, produk mobil Ford belum menghilang sama sekali di pasar Indonesia. Produk baru mobil asal pabrikan Amerika Serikat ini masih terpampang di ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS), 11 – 21 Agustus 2016 lalu di Serpong, Tangerang. Itu dikarenakan Ford Nusantara, salah satu dealer Ford di Indonesia, tetap mempertahankan eksistensi merek itu dengan membuka booth di pameran tersebut. Keputusan Ford hengkang dari Indonesia menyisakan segudang persoalan bagi dealer dan konsumen. Sejauh ini, alasan resmi Ford keluar dari pasar Indonesia adalah karena penurunan penjualan. Di balik hengkangnya Ford secara tergesa-gesa tak lepas dari persoalan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah untuk impor mobil Ford Everest. Gencarnya kebijakan pajak Pemerintah RI sejak awal 2016, turut mempengaruhi Ford untuk bergegas hengkang dari Indonesia. Kepala Sub Direktorat Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Denny Surjantoro menegaskan pihaknya berjanji bakal melanjutkan dan mengecek informasi tersebut. “Akan kami coba cek ke lapangan,” ujar Denny kepada wartawan, Selasa (30/8). Denny enggan berkomentar banyak mengenai potensi pelanggaran hukum oleh Ford. Menurut dia, pihaknya akan menelaah dan cross check di lapangan mengenai informasi tersebut. "Nanti kami coba telaah terlebih dahulu seperti apa karena belum dapat info detilnya seperti apa," tegas Denny. Selama ini, Ford Everest adalah produk unggulan Ford. Di beberapa negara, Everest bahkan melampaui pesaing dekatnya. Di India, misalnya, Everest melampaui penjualan Toyota Fortuner, Mitsubishi Pajero Sport, dan Hyundai Santa fe. Data Gaikindo menyebutkan dalam lima tahun terakhir (2011-2015), Ford menjual 55.238 unit kendaraan. Dalam periode itu, pencapaian tertinggi penjualan Ford terjadi di tahun 2011 sebanyak 15.988 unit dan angka terendah di 2015 yakni 6.103 unit. Khusus di tahun 2011, Ford Everest terjual 1.639 unit. Informasi yang berhasil dihimpun, salah satu modus dugaan Ford menyiasati pajak adalah dengan mengubah spesifikasi dan memodifikasi mobil Everest sebelum dan sesudah impor. PT Ford Motor Indonesia (FMI), agen pemegang merek Ford, mengimpor Everest yang diproduksi di pabrik Auto Alliance Thailand/AAT (www.autoalliance.co.th) dengan model 7 seat. Untuk pasar Indonesia mereka mengirimkannya terlebih dahulu ke RMA khusus model 4x4, dengan tujuan untuk memodifikasi menjadi 10 seat sebelum ke tangan konsumen di Indonesia. Hal ini untuk menyiasati PPnBM impor di Indonesia agar jauh lebih murah. Spesifikasi 10 seat ini diterima hingga gudang FMI di Jakarta. Namun sampai konsumen di Indonesia, Ford Everest dikembalikan ke awal seperti yang diproduksi di Ford Thailand dengan spesifikasi 7 seat. Diduga trik yang dilakukan Ford melalui modifikasi spesifikasi ini diduga dimulai pada tahun 2007 hingga 2014. Caranya, Ford mengakali besaran Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Impor. Beleid PPnBM Impor mobil mewah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 12 tahun 2006, PP No.41 tahun 2013 mengenai Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Berdasarkan aturan PP tersebut, dengan spesifikasi 7 Seat, 4x4, dan 2500 CC, Everest semestinya dikenai pajak 40% dari harga unit impor yang dilaporkan sampai di Indonesia. Memang, ada jasa untuk mengubah (mengkonversi) dari 7 seat menjadi 10 seat oleh RMA di Thailand. Namun hal tersebutdiduga dimanfaatkan oleh FMI untuk menyiasati PP, sebagai syarat menyesuaikan bea masuk impor agar lebih murah. Dengan kategori dan modifikasi Everest di luar pabrik menjadi 10 seat, pajaknya menjadi hanya 10%. Dengan demikian, patut diduga FMI mendapatkan keuntungan dari pajak yang lebih rendah. Bila penjualan Everest pada 2011 dengan pajak ideal 40% pada harga jual sekitar Rp295 juta, berarti Ford seharusnya membayar pajak Rp 118 juta per unit. Namun, dengan pajak 10%, perusahaan cukup bayar Rp 29,5juta per unit. Artinya, ada selisih Rp 88,5 juta per unit. Jika penjualan Everest pada tahun 2011 adalah 1.639 unit, maka Ford kekurangan bayar pajak Rp 145 miliar. Angka ini akan lebih besar lagi, mengingat Ford juga menjual Everest pada tahun-tahun berikutnya hingga saat ini. Saat dikonfirmasi, Communication Director Ford Motor Indonesia, Lea Kartika Indra, menyebut semua unit mobil Ford yang masuk ke Indonesia sudah sesuai spesifikasi masing-masing kendaraan. Lea juga mengatakan jika Ford Indonesia menjual varian 10-seat di Indonesia. Namun, dia enggan menyebut angka penjualan Everest di Indonesia, baik versi 7-seat maupun 10-seat. “(Angka penjualannya) sesuai dengan data penjualan kendaraan yang merupakan informasi publik yang dipublikasikan Gaikindo,” tulis dia melalui pesan singkatnya. (Hasanudin Aco)