Bea Cukai tindak 406 penyelundupan TPT hingga September



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga September 2019, Direktorat Jendral Bea dan Cukai (DJBC) berhasil menindak 406 penyelundupan barang tekstil dan produk tekstil (TPT). Nilai barang hasil penindakan (BHP) tersebut sebesar Rp 138,11 miliar.

Angka penindakan sampai September tahun ini sudah hampir mendekati penindakan sepanjang 2018, dimana penindakan penyelundupan TPT tahun lalu sebanyak 430 dengan nilai barang hasil penindakan sebesar Rp 171,34 miliar.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, penindakan penyelundupan tersebut terjadi di setiap lini  baik pelabuhan, bandar udara dan Pusat Logistik Berikat (PLB). Heru menerangkan, komposisi seluruh impor TPT melalui pelabuhan dan bandara mencapai 96%, sementara impor TPT yang melalui PLB hanya 4,07%.


Baca Juga: Jokowi minta Sri Mulyani inspeksi mendadak pusat logistik berikat tekstil, ada apa?

Menurut Heru, modus penyelundupan yang dilakukan sama seperti modus penyelundupan barang lainnya. 

"Modus penyelundupan TPT biasanya sama seperti lainnya, bisa jenisnya diplesetin atau jumlahnya diplesetin," ujar Heru, Jumar (11/10).

Heru mengatakan, penindakan yang dilakukan oleh Bea Cukai bisa berbentuk fiskal, diteruskan ke pengadilan, hingga rekomendasi pencabutan izin. 

"Misalnya dia kena denda, bayar, nanti izinnya juga bisa dicabut. Kedua, kita akan cek administrasi pajaknya, terutama SPT. Jadi, misalnya dari investigasi lanjutan ini tidak taat pajak, akan kita blokir," tambah Heru.

Lebih lanjut, untuk menindak kebocoran impor TPT, pemerintah akan membentuk satuan tugas untuk melakukan pengawasan dan audit terhadap industri. Satgas ini merupakan koordinasi antara Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan hingga Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API).

Baca Juga: Diduga terjadi kebocoran, pemerintah segera audit impor tekstil

Heru menerangkan, satgas ini memiliki dua kegiatan fundamental. Pertama, pemerintah ingin memastikan perusahaan yang tunduk dan patuh terhadap ketentuan akan diberikan fasilitas tambahan untuk mendorong perkembangan usahanya. Sementara, bila dari hasil investigasi terlihat bahwa perusahaan melakukan banyak pelanggaran, maka akan diberikan penalti.

"Ini menjadi pesan yang jelas bahwa pemerintah tetap akan menjadikan industri ini sebagai industri unggulan Indonesia, tetapi klien adalah klien atau perusahaan yang baik," tutur Heru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi