JAKARTA. Sampai Oktober 2017, PT Freeport Indonesia (PTFI) diperbolehkan untuk pengenaan bea ekspor sebesar 5% dengan mengantongi kesepahaman bersama (memorandum of understanding/MoU) yang telah disepakati pemerintah dan PTFI. Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 13/PMK.010.2017 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar, untuk mendapatkan bea keluar 5%, kegiatan pembangunan fisik fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) sudah harus 30%. Sementara, sejak membangun smelter di Gresik, Jawa Timur pada 2014 silam, pembangunan smelter berkapasitas 2 juta ton konsentrat itu baru mencapai 14% sampai saat ini. Karena itu, merujuk pada PMK yang ada, PTFI harus membayar bea keluar 7,5% untuk ekspor konsentrat.
Bea keluar 5% Freeport langgar PMK?
JAKARTA. Sampai Oktober 2017, PT Freeport Indonesia (PTFI) diperbolehkan untuk pengenaan bea ekspor sebesar 5% dengan mengantongi kesepahaman bersama (memorandum of understanding/MoU) yang telah disepakati pemerintah dan PTFI. Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 13/PMK.010.2017 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar, untuk mendapatkan bea keluar 5%, kegiatan pembangunan fisik fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) sudah harus 30%. Sementara, sejak membangun smelter di Gresik, Jawa Timur pada 2014 silam, pembangunan smelter berkapasitas 2 juta ton konsentrat itu baru mencapai 14% sampai saat ini. Karena itu, merujuk pada PMK yang ada, PTFI harus membayar bea keluar 7,5% untuk ekspor konsentrat.