Bea keluar CPO, RI ‘melawan’ Malaysia



JAKARTA. Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menegaskan, tidak akan menurunkan bea keluar crude palm oil (CPO). Meski bea keluar CPO Indonesia lebih tinggi dibanding Malaysia.

"Apa pun yang di putuskan, kami akan tetap di situ. Tidak akan terpengaruh terhadap sikap yang diambil Malaysia," kata Gita selepas Rapat Koordinasi tentang Pangan di kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Senin (25/2).

Menurutnya, Kemendag tetap berupaya melakukan hilirisasi produk-produk pangan dan perkebunan yang ada, khususnya dari kelapa sawit. Hal ini untuk meningkatkan kondisi neraca ekspor RI yang selama ini masih lemah.


Gita menganggap bahwa produk-produk hulu di Malaysia masih terbatas. Itulah sebabnya Malaysia berani menurunkan bea keluar CPO lebih murah dibanding negara lainnya.

"Kita justru harus menopang hilirisasi di sini, makanya pemberlakuan bea keluar untuk CPO ini harus konsisten," tambahnya.

Seperti diberitakan, pemerintah menetapkan bea keluar crude palm oil (minyak sawit mentah) untuk bulan Maret sebesar 10,5%. Angka tersebut lebih tinggi dari bulan Februari yakni sebesar 9%. Bea keluar tersebut lebih tinggi dari Malaysia, yang mematok di level 4%.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bahrul Chairi, Minggu (24/2) mengatakan, kenaikan bea keluar CPO dipicu oleh naiknya harga di tingkat internasional. Hal itu terlihat dari harga patokan ekspor untuk bulan Maret yang naik 5,11% menjadi US$ 782 per metrik ton. 

Untuk bea keluar produk turunan CPO mengalami kenaikan dari 4% menjadi 5%. Untuk Hydrogenated RBD Palm Olein, bea keluarnya naik dari 3% menjadi 4%. (Didik Purwanto/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: