JAKARTA. Guna mengakomodasi kepentingan dunia usaha, pemerintah kembali melakukan kajian terhadap instrumen bea keluar (BK) mineral olahan. Ada kemungkinan BK diturunkan, setelah pemerintah menyeriusi wacana penjaminan smelter yang sebesar 5% dari investasi.Thamrin Latuconsina, Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.6 Tahun 2014, besaran BK yang dikenakan atas ekspor mineral olahan cukup memberatkan, sehingga sampai saat ini beleid tersebut belum bisa diimplementasikan. “Masih tarik ulur. Info yang saya peroleh terkait kondisi itu Kementerian ESDM sedang melakukan kajian kembali untuk bagaimana melakukan pertemuan dengan Kemenkeu agar besaran BK itu ditinjau lagi. Mengingat, ini bocoran, ada upaya untuk dilakukan kebijakan Menteri ESDM untuk setiap yang mengekspor olahan ada penjaminan kesungguhan 5 persen (bangun smelter),” terang Thamrin, Sabtu (12/4).Thamrin menyebut, ada keinginan dari dunia usaha yang cenderung lebih memilih memberikan uang jaminan, ketimbang tidak bisa melakukan ekspor lantaran BK yang tinggi.“Dunia usaha lebih terbiasa dengan membayar jaminan ketimbang BK tinggi. Banyak yang lebih ingin lewat penjaminan saja. Toh pada akhirnya, ketika smelter terbangun, uang bisa mereka tarik. Daripada ekspor sekarang dengan BK yang begitu tinggi. Menurut mereka demikian. Pengusaha kan lebih pintar dalam mengkali-kali (menghitung untung-rugi). Aspirasi itu dikaji Kementerian ESDM,” imbuhnya.Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan aturan bea keluar atas ekspor produk mineral yang sudah memenuhi batasan minimum pengolahan. Aturan tersebut tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.6/PMK.011/2014, yang dikeluarkan pada 11 Januari 2014 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.Besaran tarif ekspor mineral ditetapkan secara bertahap tiap semester, mulai dari 20% atau 25% sampai dengan 60%. Kebijakan penaikan tarif secara bertahap itu akan berakhir hingga 31 Desember 2016, dan diharapkan menjadi instrumen untuk memantau perkembangan pembangunan pabrik pemurnian bijih minerah (smelter) secara periodik.Akibat BK yang tinggi tersebut, hingga kuartal pertama tahun 2014 ini belum ada satu pun perusahaan tambang yang mengekspor mineral olahan atau konsentrat.Adapun satu-satunya yang baru melakukan ekspor adalah PT Smelting Indonesia. Namun bukan ekspor konsentrat, melainkan anoda slime. SPE yang dikeluarkan Kemendag untuk PT Smelting Indonesia berlaku hingga Juli 2014 dengan kapasitas 900 ton. (Estu Suryowati)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Bea keluar ekspor mineral olahan bisa diturunkan
JAKARTA. Guna mengakomodasi kepentingan dunia usaha, pemerintah kembali melakukan kajian terhadap instrumen bea keluar (BK) mineral olahan. Ada kemungkinan BK diturunkan, setelah pemerintah menyeriusi wacana penjaminan smelter yang sebesar 5% dari investasi.Thamrin Latuconsina, Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.6 Tahun 2014, besaran BK yang dikenakan atas ekspor mineral olahan cukup memberatkan, sehingga sampai saat ini beleid tersebut belum bisa diimplementasikan. “Masih tarik ulur. Info yang saya peroleh terkait kondisi itu Kementerian ESDM sedang melakukan kajian kembali untuk bagaimana melakukan pertemuan dengan Kemenkeu agar besaran BK itu ditinjau lagi. Mengingat, ini bocoran, ada upaya untuk dilakukan kebijakan Menteri ESDM untuk setiap yang mengekspor olahan ada penjaminan kesungguhan 5 persen (bangun smelter),” terang Thamrin, Sabtu (12/4).Thamrin menyebut, ada keinginan dari dunia usaha yang cenderung lebih memilih memberikan uang jaminan, ketimbang tidak bisa melakukan ekspor lantaran BK yang tinggi.“Dunia usaha lebih terbiasa dengan membayar jaminan ketimbang BK tinggi. Banyak yang lebih ingin lewat penjaminan saja. Toh pada akhirnya, ketika smelter terbangun, uang bisa mereka tarik. Daripada ekspor sekarang dengan BK yang begitu tinggi. Menurut mereka demikian. Pengusaha kan lebih pintar dalam mengkali-kali (menghitung untung-rugi). Aspirasi itu dikaji Kementerian ESDM,” imbuhnya.Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan aturan bea keluar atas ekspor produk mineral yang sudah memenuhi batasan minimum pengolahan. Aturan tersebut tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.6/PMK.011/2014, yang dikeluarkan pada 11 Januari 2014 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.Besaran tarif ekspor mineral ditetapkan secara bertahap tiap semester, mulai dari 20% atau 25% sampai dengan 60%. Kebijakan penaikan tarif secara bertahap itu akan berakhir hingga 31 Desember 2016, dan diharapkan menjadi instrumen untuk memantau perkembangan pembangunan pabrik pemurnian bijih minerah (smelter) secara periodik.Akibat BK yang tinggi tersebut, hingga kuartal pertama tahun 2014 ini belum ada satu pun perusahaan tambang yang mengekspor mineral olahan atau konsentrat.Adapun satu-satunya yang baru melakukan ekspor adalah PT Smelting Indonesia. Namun bukan ekspor konsentrat, melainkan anoda slime. SPE yang dikeluarkan Kemendag untuk PT Smelting Indonesia berlaku hingga Juli 2014 dengan kapasitas 900 ton. (Estu Suryowati)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News