Bea keluar tambang, pengusaha gugat pemerintah



JAKARTA. Pengusaha tambang berencana mengajukan gugatan ke arbitrase internasional terkait bea keluar (BK) mineral olahan yang dinilai membangkrutkan.Ketua Asosiasi Tembaga dan Emas Indonesia (ATEI) Natsir Mansyur, membenarkan ketika ditanya hingga saat ini belum ada anggotanya yang melakukan ekspor mineral tambang berupa konsentrat."ATEI sampai saat ini belum ada yang melakukan ekspor karena progresif BK dari 25 persen yang ditetapkan Menkeu (Chatib Basri) sangat tinggi," jelasnya kepada Kompas.com, Minggu (9/3/2014).Ia menyayangkan tingginya BK yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.6/PMK.011/2014, yang dikeluarkan pada 11 Januari 2014 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.Menurutnya, perhitungan BK dari Menkeu bukanlah perhitungan industri. Dia menjelaskan, konsentrat sebetulnya sudah berupa barang olahan yang melewati proses produksi, sehingga ada struktur biaya di dalamnya."Nah ini dasar perhitungannya. BK sekarang saya tidak tahu dasar perhitungannya," sesal Dirut PT Indosmelt itu.Atas dasar itu, ia mempersilakan anggotanya untuk mengajukan judicial review, serta mengajukan gugatan ke arbitrase internasional."Dampak BK tinggi ini pengusaha jadi bangkrut. Dan (kami) menanyakan Hatta Rajasa sebagai Menko Perekonomian tidak mengambil sikap yang menyebabkan pengusaha bangkrut," imbuhnya.Sebagai informasi ATEI hingga 2013 lalu beranggotakan 43 perusahaan yang terdiri dari pemegang izin usaha pertambangan (IUP) tembaga dan emas, serta industri pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga-emas.Menanggapi besaran royalti untuk emas sebesar 3,75 persen yang telah ditetapkan dalam nota kesepahaman renegosiasi akhir pekan lalu, Natsir menyatakan tidak ada masalah. "Royalti emas tidak ada masalah," tukasnya. (Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie