Bea masuk anti dumping bahan baku kemasan picu kenaikan harga air minum



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri minuman menilai putusan pemerintah dalam penerapan bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap impor polyethylene terephthalate (PET) akan mempengaruhi secara langsung pertumbuhan industri tersebut.

PET dikenal sebagai bahan baku utama botol plastik. Produsen minuman dalam kemasan mengandalkan bahan baku tersebut. Sebelumnya Dumping Indonesia (KADI) mengusulkan pengenaan pajak antara 5% hingga 26% terhadap bahan baku plastik kemasan selama lima tahun.

Hal tersebut menurut Rachmat Hidayat, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin), akan menambah beban produksi industri dan dinilai tidak baik bagi iklim usaha. Padahal belakangan ini industri air minum dalam kemasan (AMDK) tertekan melemahnya daya beli masyarakat.


"Industri tetap berharap BMAD PET tidak diberlakukan karena pasti menaikkan biaya produksi," kata Rachmat kepada Kontan.co.id, Minggu (29/4). Akibatnya, lanjut Rachmat, para produsen akan melakukan efisiensi dengan menaikkan harga produknya.

"Pada akhirnya menaikkan harga jual dan nantinya menurunkan daya saing," sebut Rachmat. Adapun Aspadin memperkirakan pertumbuhan di industri ini bisa tumbuh double digit atau sekitar 10%. Padahal tahun lalu, Aspadin hanya menargetkan pertumbuhan single digit saja.

Hal yang sama dirasakan pula oleh industri minuman ringan. Lucia Karina, Ketua Kajian Kebijakan Publik Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) mengatakan bahwa produsen tak menutup kemungkinan bakal menaikkan harga produknya demi mengatasi beban produksi tersebut. "Tidak menutup kemungkinan karena kemasan yang dipakai PET," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (29/4).

Lucia yang juga menjabat sebagai Direktur Public Affairs and Communications PT Coca-Cola Amatil Indonesia (CCAI) mengatakan, hampir sebagian besar produk minuman ringan saat ini telah menggunakan botol berbahan baku utama PET. Coca Cola selain dikenal memiliki minuman soda juga memiliki produk AMDK bermerek, Ades.

Sementara itu Wisnu Adjie, Direktur PT Akasha Wira International Tbk (ADES) menilai, pemberian BMAD ini akan semakin memberatkan, lantaran harga bahan baku PET sebelumnya telah naik. "Saat ini, bahan kemasan sedang mengalami kenaikan karena kenaikan permintaan di China jadi kalau ditambah BMAD produk kami menjadi tambah mahal," ucapnya kepada Kontan.co.id, Minggu (29/4).

Sayangnya produsen AMDK dengan merek Pure Life ini tak merinci persentase kenaikan yang telah terjadi. Namun menilik laporan keuangan perseroan di kuartal pertama 2018 ini beban dari kemasan dan bahan pembantu tercatat mencapai Rp 51 miliar, naik 54% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 33 miliar.

Sehingga kata Wisnu, produsen pasti akan menyesuaikan harga produk secepatnya. "Biaya tersebut akan dibebankan ke konsumen pada waktunya," tegasnya.

Berkaca pada pendapatan bersih ADES sampai triwulan pertama tahun ini ialah Rp 186 miliar, turun 3% dibandingkan periode yang sama tahun 2017 lalu Rp 196 miliar. Sedangkan penjualan AMDK ikut turun 5% dari Rp 122 miliar di kuartal pertama 2017 menjadi Rp 115 miliar di kuartal pertama tahun 2018 ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati