Bea masuk impor dari Australia akan lebih rendah



JAKARTA. Mulai tahun ini, pemerintah akan memberikan perlakuan khusus kepada barang-barang yang diimpor dari negara Australia dan New Zealand. Kepastian itu diketahui setelah pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan(PMK) nomor 208/PMK.011/2013 tentang Penetapan tarif bea masuk atas barang impor, dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area.

Menurut Susiwiiyono Moegiarso, berdasarkan aturan tersebut, tarif bea masuk akan diterapkan lebih rendah dari bea masuk yang berlaku secara umum. Dalam aturan ini terdapat 1.012 jenis barang yang mendapat perlakuan tarif bea masuk khusus. Masing-masing barang tersebut memiliki tarif yang berbeda, misalnya saja untuk impor beberapa hewan seperti sapi tarif bea masuknya bahkan 0%.

Dalam aturan tersebut, nilai tarif bea masuk setiap barang terus mengalami penurunan dari tahun 2014 hingga tahun 2020. Susiwijono menargetkan pada tahun 2020 nilai tarif bea masuk seluruh produk atau barang bisa menjadi 0%.


Menurutnya perjanjian yang dibuat itu tidakakan merugikan Indonesia, karena barang-barang yang diekspor oleh Indonesia juga akan diperlakukan khusus. “Intinya PMK ini memberikan perlakuan khusus kepada negara-negara yang memiliki kesepakatan ekonomi dengan Indonesia dan negara-negara ASEAN,” ujar Susiwijono, Kamis (9/1) kepada KONTAN.

Selain dengan Australia dan New zaeland, Indonesia sebetulnya terikat perjanjian ekonomi dengan negara-negara lainnya. Menurut Susiwijono setidaknya ada tujuh perjanjian yang mengikat indonesia, dan harus memberikan tarif bea masuk khusus. Pertama, perjanjian ASEAn Free trade Agreement, yang mengatur perjanjian dagang antar negara-negara ASEAN.

Kedua, perjanjian kerjasama ekonomi antara negara-negara ASEAN dengan negara Cina, ketiga perjanjian antara negara-negara ASEAN dengan Korea, Indonesian-Japan partnership Agreement (IJPA), perjanjian antara negara-negara ASEAN dengan India, dan perjanjian antara negara-negara ASEAN dengan pakistan.

Meskipun demikian, Susiwijono mengakui kalau perjanjian ini bisa mengurangi penerimaan negara dari hasil bea Masuk. Namun menurutnya hal itu tidak jadi masalah karena Indonesia sangat berkepentingan dalam kerjasama yang dibuat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan