Bea masuk impor mesin akan ditinjau ulang



JAKARTA. Ada kabar baik bagi para pelaku industri. Pekan ini pemerintah akan melakukan evaluasi mengenai penetapan bea masuk (BM) impor untuk mesin. Sebab kalangan pelaku industri menilai pengenaan BM impor mesin itu akan bisa menghambat daya saing industri.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, pengenaan bea masuk impor atas bahan baku maupun barang modal untuk industri termasuk mesin sehartusnya mampu melindungi industri nasional. "Kebijakan bea masuk harus bisa memperbaiki daya saing nasional," ujar Hidayat, seusai rapat kerja bidang perekonomian di Jakarta Senin (17/1).

Selain itu, kebijakan BM impor mesin itu menurut Hidayat harus mampu menambah menambah pendapatan negara. Dengan pertimbangan ini, Hidayat mengatakan kebijakan BM impor untuk bahan baku non pangan akan divaluasi kembali dan dibahas mengenai perubahannya.


Catatan saja, sebelumnya pemerintah telah menetapkan bea masuk impor untuk mesin industri sekitar 5% - 10%. Aturan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 241 tahun 2010 yang berlaku sejak tanggal diterbitkan 22 Desember 2010. PMK ini mengatur mengenai bea masuk sekitar 2.164 produk mesin dan bahan baku.

Salah satu industri yang terpukul akibat kenaikan bea masuk impor ini adalah indsutri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Wajar saja, saat ini industri ini tengah melakukan porgram restrukturisasi mesin untuk melakukan peremajaan mesin. Langkah ini dilakukan untuk bisa menambah efisiensi industri sehingga bisa mendongkrak daya saingnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman mengatakan penerapan bea masuk ini akan berdampak serius terhadap industri TPT. Pasalnya, selama ini tingkat ketergantungan industri TPT nasional terhadap mesin impor masih cukup tinggi. Ia mencontohkan, tahun 2010 lalu saja, total impor mesin industri TPT mencapai US$ 5 miliar. "Pengenaan bea masuk untuk bahan baku ini bisa merusak struktur harga dari hulu ke hilir," ujar Ade.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri