Bea masuk kedelai nol persen mengkhianati petani



JAKARTA. Pemerintah dinilai mengkhianati petani dengan menetapkan tarif bea masuk atas impor barang berupa kacang kedelai sebesar 0% dengan kedok upaya menjaga stabilitas harga kedelai di dalam negeri.

Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR RI Siswono Yudho Husudo, mengatakan, dengan kebijakan tersebut, pemerintah semakin menjauhkan Indonesia dari target swasembada kedelai. Padahal, pada tahun depan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menargetkan swasembada pangan seperti kedelai, gula, jagung dan daging.

“Kebijakan 0% tersebut juga berasal dari adanya tekanan dari luar sebagai contohnya adalah Amerika yang membanjiri pasar kedelai di Indonesia dengan kedelai impor yang memiliki kualitas lebih baik dan harga yang lebih murah,” tegas Siswono, Kamis (17/10).


Sementara itu, lanjut dia, petani di Indonesia tidak memiliki semangat untuk menanam kedelai karena tidak adanya perhatian serta dukungan dari pemerintah. Serta lahan yang di siapkan untuk penanaman kedelai ini juga menyusut dari tahun ke tahun.

Siswono mencatat, pada tahun 1998, lahan untuk menanam kedelai tersedia seluas 1,6 juta hektare. Namun, dewasa ini jumlahnya menyusut sampai dengan 700 ribu hektare.

Untuk komoditas beras, Indonesia memang telah mencapai surplus. Namun, surplus beras tidak mencapai target 10 juta ton.

Seperti diketahui, Menteri Keuangan Chatib M Basri menetapkan tarif bea masuk atas impor barang berupa kacang kedelai sebesar 0% yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 133/PMK.011/2013 pada 3 Oktober 2013 lalu.

Beleid tersebut mengubah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.011/2011 yang memberikan bea masuk sebesar 5 persen  atas impor barang berupa kacang kedelai dan berlaku sejak 8 Oktober.

Penetapan pajak 0% untuk impor kedelai itu juga mempertimbangkan usulan Menteri Perdagangan melalui surat Nomor 1096/M-DAG/SD/9/2013 tanggal 19 September 2013 dan disetujui oleh Menteri Pertanian Suswono melalui surat Nomor 153/KU.210/M/9/2013/Rhs tertanggal 18 September 2013.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan