Beban bayar utang RI bertambah berat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beban utang luar negeri (ULN) Indonesia tahun ini diperkirakan akan bertambah berat. Kenaikan beban terjadi sebagai akibat kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS). Di sisi lain kinerja ekspor masih belum cukup baik. Kondisi ini berdampak pada naiknya rasio utang terhadap pendapatan atau debt to service ratio (DSR).

Kenaikan beban ini dikatakan oleh peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara. Menurutnya pembayaran bunga dan cicilan pokok ULN akan cenderung naik di tahun 2018. Hal itu dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga The Fed yang diperkirakan sebesar 1% atau empat kali kenaikan sepanjang tahun ini. "Beban ULN yang dihitung melalui DSR diproyeksi terus meningkat hingga 35%-38% di tahun 2018," kata Bhima kepada KONTAN, Senin (1/1).

Kenaikan beban pembayaran ULN yang tergambar dari DSR juga karena belum optimalnya pembiayaan domestik, sehingga ketergantungan Indonesia terhadap ULN terus membesar. Di sisi lain ekspor Indonesia masih sangat tergantung pada komoditas. 


Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, DSR tier-1 (pembayaran pokok dan bunga atas utang jangka panjang dan pembayaran bunga atas utang jangka pendek yang digunakan di tingkat internasional) pada 2015 sebesar 30,57%. Angka itu naik pada 2016 menjadi 35,35%. Lalu di kuartal III-2017 turun jadi 28,3%. 

Sementara DSR tier-2 (pembayaran pokok dan bunga atas utang dalam rangka investasi langsung selain dari anak perusahaan di luar negeri, serta pinjaman dan utang dagang kepada non-afiliasi) di 2015 tercatat 62,95%, 2016 turun ke 61,56%, dan kuartal III- 2017 sebesar 53,53%.

Jumlah utang RI pun kian meningkat setiap tahun. Berdasarkan data BI, total ULN Indonesia per Oktober 2017 mencapai US$ 341,52 miliar. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding posisi akhir 2016 sebesar US$ 319,82 miliar

Angka DSR tahun depan diperkirakan bakal lebih tinggi seiring dengan kinerja ekspor 2018 yang tak akan setinggi 2017. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo memproyeksi, harga komoditas andalan ekspor Indonesia di 2018 hanya tumbuh 0,5%, setelah tumbuh 22% di 2017. "DSR terus menunjukkan kondisi naik. Kalau utangnya bisa dilakukan dengan baik dan ekspor bisa lebih baik, maka DSR akan lebih baik," kata Agus, beberapa waktu lalu.

Harapan kinerja ekspor yang lebih baik makin kuat karena menurut Agus, kondisi moneter dunia cukup ketat di 2018 dan 2019 didorong pengetatan negara-negara maju. Salah satunya AS yang diperkirakan menaikkan bunga acuan sebanyak tiga kali lagi di 2018 dan dua kali di 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati