KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Beban masyarakat kelas menengah diperkirakan makin bertambah akibat banyaknya pungutan alias iuran dari pendapatan mereka. Teranyar yang menuai banyak protes, terkait rencana
pemungutan iuran wajib tabungan perumahan rakyat (Tapera) yang paling lambat berlaku pada 2027 mendatang. Padahal sebelumnya pendapatan masyarakat sudah dibebani dengan pungutan PPh 21, BPJS kesehatan, BPJS ketenagakerjaan, jaminan keselamatan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM), jaminan hari tua (JHT), jaminan pensiun, hingga koperasi karyawan.
Baca Juga: Beban Makin Banyak, 40% Masyarakat Kelas Menengah Terancam Jadi Miskin Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai, beban-beban tersebut akan semakin menekan pendapatan masyarakat yang ujungnya akan menekan daya beli dan laju konsumsi akan semakin melemah. Eko menyampaikan, salah satu cara agar beban masyarakat kelas menengah berkurang adalah dengan menurunkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN). Namun menurutnya hal tersebut sangat mustahil terjadi. “Tapi itu hampir mustahil mengingat tren kebijakan PPN juga akan ikut naik (dari 11% ke 12% di 2025),” tutur Eko kepada Kontan, Minggu (2/6).
Baca Juga: Pengamat: Kewajiban Tapera Bagi WNA Bisa Memperburuk Citra Indonesia di Mata Investor Cara lain yang bisa dilakukan pemerintah untuk menjaga masyarakat golongan tersebut adalah dengan mendorong pertumbuhan ekonomi agar dapat tumbuh lebih tinggi dari saat ini. Pertumbuhan ekonomi bisa meningkat dengan mendorong
investasi sehingga ketersediaan lapangan pekerjaan juga memadai. “Ketika pertumbuhan ekonomi tinggi dan ada lapangan kerja mencukupi, maka kebijakan pungutan tersebut bisa secara bertahap diterapkan,” ungkapnya. Sementara itu, Analisi Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita menilai, tingkat pendapatan masyarakat kelas menengah saat ini tidak besar, dan hanya cukup untuk
memenuhi standar hidup layak. Baca Juga: Iuran Tapera, Solusi atau Masalah Baru? Bahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat berdasarkan survei biaya hidup (SBH) 2022, standar hidup layak di Jakarta sekitar Rp 15 juta per bulan. Namun kenyataanya gaji upah minimum provinsi (UMP) di wilayah yang sama hanya sebesar Rp 5,1 juta saja. “Maka dengan pendapatan pekerja kelas menengah hari ini, berbagai potongan dan iuran sebenarnya cukup memberatkan,” kata Ronny. Ronny tak memungkiri berbagai iuran dan potongan gaji tersebut memang bermanfaat di kemudian hari, namun sayangnya potongan yang dilakukan tidak sesuai dengan upah yang diterima pekerja, bahkan tidak meningkat signifikan. Akhirnya, dengan berbagai potongan tersebut hanya akan mempersulit pekerja saja. Dalam jangka dekat, potongan-potongan tersebut akan semakin menekan daya beli masyarakat kelas menengah.
Baca Juga: Dukung Dana Tapera, Pengembang Siap Kebut Bangun Rumah Murah Hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk melindungi daya beli masyarakat kelas menengah adalah dengan memperbaiki UMP pekerja, selain dengan memberikan bantuan sosial dan subsidi sebagai bentuk bantalan fiskal dari pemerintah. Misalnya saja dengan menaikan UMP pekerja sebesar 8% per tahun selama dua tahun menjelang 2027, sehingga ketika masa potongan Tapera masuk, potongan tersebut tidak berpengaruh terhadap pendapatannya. “Karena kenaikan UMP selama dua tahun sebelumnya sudah lebih dari cukup untuk menutupi berbagai potongan sekaligus menambah daya beli pekerja,” ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto