KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja hasil
underwriting industri reasuransi merosot tajam. Kenaikan beban klaim dan beban biaya, menjadi penyebab penurunan hasil
underwriting industri reasuransi. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai dengan Agustus 2018, industri reasuransi mencatat hasil
underwriting sebesar Rp 474,71 miliar. Angka tersebut turun 38% dibandingkan periode sama di tahun lalu yakni Rp 765,70 miliar. Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody AS Dalimuthe menilai, penurunan hasil
underwriting industri reasuransi karena terbebani oleh kenaikan pendapatan premi, beban klaim dan beban biaya.
“Dengan demikian, jika klaim semakin besar dan daya juga tinggi, maka akan berdampak pada hasil
underwriting industri reasuransi yang kecil,” kata Dody kepada Kontan.co.id, Senin (15/10). Di periode yang sama, industri reasuransi mengumpulkan perolahan premi sebesar Rp 12,11 triliun, naik 30,4% secara
year on year (yoy). Sayangnya, kenaikan tersebut diikuti peningkatan klaim bruto 28,57% menjadi Rp 4,50 triliun. Perusahaan reasuransi juga mesti menanggung beban pemasaran, serta beban pegawai dan pengurus yang tinggi. Beban pemasaran sendiri naik 23,38% menjadi Rp 25,54 miliar, kemudian beban pegawai dan pengurus naik 33,01% menjadi Rp 267,78 miliar. PT Reasuransi Maipark Indonesia juga mencatat penuruhan hasil
underwriting. Sampai dengan Agustus 2018, perusahaan ini mencatat hasil
underwriting Rp 34,8 miliar, atau turun 15,9% dari tahun lalu, Rp 41,4 miliar. Direktur Maipark Heddy Pritasa mengatakan, penurunan hasil
underwriting itu disebabkan beban klaim meningkat akibat gempa yang terjadi di Lombok, dari Rp 14,5 miliar menjadi Rp 36 miliar. “Kinerja keuangan pasti menurun, tapi etos kerja kami secara umum tetap positif. Apalagi adanya gempa di Lombok dan Palu diharapkan bisa membangun kesadaran masyarakat, dan menaikan pertumbuhan asuransi gempa bumi,” jelasnya. Hal serupa terjadi pada PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re yang mengalami penurunan hasil
underwriting dibandingkan tahun lalu. Tapi, Direktur Indonesia Re. Kocu Andre Hutagalung mengaku pihaknya tetap mencatatkan hasil
underwriting positif. “Hasil
underwriting masih baik dan positif, walaupun tidak sebaik tahun lalu,” ungkapnya.
Menurutnya, kinerja hasil
underwring mengalami tantangan karena biaya akusisi telah yang menekan komisi reasuransi. Komisi ini merupakan biaya survei risiko yang dapat ditagihkan perusahaan pilang kepada perusahaan asuransi, yang beberapa tahun terakhir peningkatan beban ini semakin menekan margin industri. “Tantangan terbesar, di mana pendapatan premi tertekan karena biaya
engineering fee yang masuk dalam biaya akuisisi. Padahal,
engineering fee awalnya bukan biaya akuisisi tetapi biaya
risk improvement, tapi sekarang tidak dibukukan ke dalam komponen teknis tapi biaya usaha,” imbuhnya. Maka untuk menghadapi penurunan hasil
underwriting ini, Indonesia Re akan tetap fokus menjaga batas pendapatan premi, agar kondisi hasil
underwriting lebih baik di tahun mendatang. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat