Beban Meningkat, Saham-Saham BUMN Karya Tengah Terpuruk



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bayang-bayang ketidakpastian pada emiten konstruksi BUMN masih terus menghantui. Pasalnya, sepanjang tahun berjalan ini konstruksi saham-saham pelat merah masih negatif. 

Per Kamis (23/2), saham PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) anjlok paling dalam sebesar 21,25% ke level Rp 630. Namun jika ditarik saat WIKA IPO pada 2007, sahamnya sudah naik 50%. 

Menyusul ada saham PT PP Presisi Tbk (PPRE) yang ambles 11,29% ke level Rp 110. Kalau dibandingkan harga IPO di Rp 430 per saham, PPRE sudah terjun 74,42%.


Investment Analyst Infovesta Utama Fajar Dwi Alfian menilai amblesnya saham-saham konstruksi BUMN karena kinerja fundamentalnya, yang mana rasio solvabilitasnya yang cukup tinggi. 

"Selain itu, sentimen gagal bayar juga turut membayangi sektor ini," kata Fajar kepada Kontan.co.id, Rabu (22/2). 

Baca Juga: Saham BUMN Karya di Era Jokowi, Kini Merana Padahal Awalnya Membubung Tinggi

Investment Analyst Stockbit Syanne Gracetine menuturkan empat sekawan BUMN punya debt to equity ratio (DER) yang lebih tinggi dibandingkan cash ratio (CR). Pada kuartal ketiga 2022, DER WKST mencapai 6,49 kali, WIKA 2,42 kali, PTPP 1,83 kali dan ADHI 1,80 kali. Sementara CR WKST mencapai 2,07 kali, WIKA 1,04 kali, PTPP 1,05 kali dan ADHI 1,20 kali. 

"Untuk BUMN Karya ini tergolong kurang sehat karena DER lebih besar dan CR minim," kata Syanne dalam paparan kemarin. 

Jika dibandingkan dengan DER dan CR kontraktor swasta BUMN karya masih kalah. Ambil contoh, JKON yang punya DER 0,17 kali dengan CR 1,77 kali dan NRCA DER 0,21 kali dengan CR 1,88 kali.

Baca Juga: Sedang Ambruk, Simak Catatan Analis untuk Saham BUMN Karya

Kenaikan beban utang ini seiring dengan banyaknya proyek yang ditanggung oleh emiten. Sebab, sebelum memperoleh pendapatan para emiten harus menanggung biaya proyek terlebih dahulu. 

Syanne menilai itu yang menekan pergerakan saham-saham konstruksi pelat merah ini, sebab investor akan lebih memilih sektor yang lebih tangguh dari sisi keuangan. 

"Jadi tidak heran kenapa pada akhirnya investor lebih cerdas, lebih bijak dan mawas memilih sektor-sektor lain yang lebih defensif dari kinerja keuangannya," ucap dia.

Baca Juga: Bersih-bersih Dana Pensiun BUMN, Ini yang akan Dilakukan Kementerian BUMN

Masih ada Harapan

Namun Analis Pilarmas Investindo Sekuritas, Johan Trihantoro menilai sektor konstruksi punya peluang untuk bangkit tapi pertumbuhannya diproyeksikan tidak begitu besar.

"Hal ini seiring dampak dari inflasi yang tinggi, kenaikan suku bunga sehingga ini akan memberikan dampak berat masalah financing atau kebutuhan refinancing," paparnya. 

Johan menyebut dari sejumlah emiten konstruksi pelat merah investor bisa mencermati PTPP dan ADHI. Dia menilai proyek pemerintah, BUMN hingga swasta akan kembali menggeliat. 

"Dan juga pekerjaan proyek IKN. Ini tentunya akan memberikan peluang katalis positif sektor konstruksi mendapatkan proyek baru," imbuh dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati