JAKARTA. Kinerja PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) di 2013 jauh dari harapan. Laba bersih emiten yang tergabung dalam gurita bisnis Grup Salim ini menurun 23,2% menjadi Rp 2,5 triliun. Penurunan laba INDF sejatinya bukan bersumber dari pendapatan. Di 2013, pendapatan INDF masih naik 15% menjadi Rp 57,73 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp 50,2 triliun. Kontribusi terbesar pendapatan INDF dari anak usahanya yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Tahun lalu, pendapatan ICBP naik 15,6% menjadi Rp 25,09 triliun. Pun laba bersih ICBP masih naik tipis 2,1% menjadi Rp 2,23 triliun. ICBP memberikan kontribusi 42% terhadap pendapatan INDF.
Sementara, penjualan dari Grup Bogasari meningkat 17,2% karena naiknya volume penjualan tepung terigu. Bogasari menyumbang 26% terhadap pendapatan INDF. Namun, penjualan grup agribisnis mengecewakan di 2013. Ini karena harga komoditas yang menurun. Dua anak usaha INDF di bisnis perkebunan INDF, PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) dan PT London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP). Secara total, penjualan grup agribisnis sebesar 4,1%, terutama akibat penurunan penjualan minyak goreng. Sedangkan, grup distribusi mencatatkan kenaikan penjualan 15,6% di tahun lalu. Adapun, bisnis baru INDF yakni, lini bisnis budidaya dan pengolahan sayuran, pada periode September-Desember 2013 membukukan penjualan Rp 2,11 triliun. Bisnis pengolahan sayuran dijalankan China Minzhong Food Corporation Limited (CMFC). INDF mengakuisisi perusahaan yang listing di Singapura ini, medio 2013. Beban meningkat Anthoni Salim, Direktur Utama INDF mengatakan, penurunan laba bersih INDF akibat kerugian selisih kurs dan naiknya beban. Cuma, tak dijelaskan rinci, berapa nilai rugi kurs INDF tahun lalu. Hanya saja, kata dia, jika tak memperhitungkan non recurring dan selisih kurs, core profit INDF naik 3% menjadi Rp 3,37 triliun. "Kami akan tetap waspada dalam menentukan langkah mengejar pertumbuhan," kata dia, kemarin. Tahun lalu, laba kotor INDF sebetulnya masih naik 5,3% menjadi Rp 14,33 triliun. Namun, margin laba kotor turun menjadi 24,8% dari tahun sebelumnya sebesar 27,1%. Ini karena beban penjualan INDF melonjak akibat kenaikan bahan baku, gaji, dan imbalan kerja karyawan. Belum lagi ada harga jual rata-rata dari grup agribisnis yang menurun. Akibatnya, beban pokok penjualan melonjak menjadi Rp 43,4 triliun dari Rp 36,2 triliun. Kondisi tersebut juga dialami oleh ICBP. Di tahun lalu, ICBP juga harus menanggung kenaikan beban pokok penjualan 17,3% menjadi Rp 18,6 triliun. Begitu juga, beban umum dan administrasi melonjak 31,15% menjadi Rp 1,13 triliun. Naiknya pos beban ini lantaran kenaikan beban promosi dan iklan, gaji, dan imbalan karyawan. Akibatnya, margin laba usaha ICBP turun menjadi 11% dari 13,1% dan margin laba kotor turun menjadi 25,6% dari sebelumnya 26,7%. Anthoni bilang, tahun ini ICBP akan memperluas bisnis dan menambah produk baru. Salah satunya, dari bisnis minuman non alkohol yang digarap bersama, Asahi Group Holdings Southeast Asia Pte Ltd.
Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities mengatakan, kinerja INDF itu di luar perkiraan. "Saya memperkirakan laba masih bisa naik 5%," ujar dia. Toh begitu, dia yakin, laba bersih INDF tahun ini akan nai. Sebab, INDF semakin agresif berekspansi. Apalagi, harga komoditas perkebunan juga berpotensi naik. INDF juga akan tertolong kinerja dari China Minzhong. Jumat (21/3), harga INDF naik 1,38% ke Rp 7.325. Sedangkan, harga ICBP naik 1,62% ke Rp 10.975. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Avanty Nurdiana