Beban Utang Pemerintah Berpotensi Bengkak, Ini Sebabnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mesti waspada dengan posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sebab jika nilai tukar rupiah loyo, maka berpotensi membuat utang dan bunga utang valuta asing (valas) membengkak.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, dalam kondisi perekonomian global yang tidak pasti bisa mempengaruhi nilai tukar rupiah. Imbasnya bisa mempengaruhi utang pemerintah yang terus meningkat.

“Seperti yang kita tahu bahwa dengan kondisi ketidakpastian global akibat konflik geopolitik dan sekarang ada potensi sektor keuangan akan juga ikut memberikan tambahan faktor untuk ketidakpastian perekonomian global. Maka ada peluang nilai tukar akan bergerak lebih agresif ataupun lebih fluktuatif dibandingkan periode sebelumnya,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Minggu (19/3).


Baca Juga: Ada Tekanan Likuiditas Global, Kemenkeu: Stabilitas Pasar Keuangan Masih Terjaga

Dengan nilai tukar rupiah yang berpotensi bergerak lebih agresif, tentunya akan mempengaruhi perkembangan dari utang pemerintah terutama dalam bentuk valas. Dia mencontohkan, misalnya saja ketika rupiah mengalami depresiasi,  maka akan berpotensi menambah jumlah utang pemerintah dalam bentuk valas.

Selain itu, kondisi ketidakpastian global juga bisa berpotensi meningkatkan imbal hasil yang ditawarkan dari penerbitan utang. Hal ini karena, umumnya surat utang akan mengalami penurunan harga, maka untuk mengkompensasi penurunan harga akibat ketidakpastian tersebut imbal hasil biasanya akan ditingkatkan.

“Hal ini tentu perlu menjadi perhatian terutama untuk dicocokkan dengan strategi jangka pendek hingga panjang pemerintah dalam pembiayaan fiskal,” jelasnya.

Baca Juga: Kondisi Bank AS Nelangsa, Kurs Rupiah Justru Perkasa

Selain itu, depresiasi  nilai tukar rupiah juga akan menyebabkan, bunga utang  berpotensi menjadi lebih tinggi. Dalam jangka menengah sampai panjang, ruang belanja pembayaran bunga utang pada APBN juga berpotensi akan menjadi lebih besar.

“Hal-hal seperti inilah yang kemudian saya pikir perlu diperhatikan bentuk mitigasinya seperti apa nantinya,” imbuh Yusuf. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .