Bebas cukai di FTZ dihapus, potensi penerimaan baru negara ditaksir Rp 1,3 trililiun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah memutuskan untuk menghapus kebijakan pembebasan cukai di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) alias Free Trade Zone (FTZ) atau Zona Perdagangan Bebas.

Hal itu ditandai dengan diterbitkannya Nota Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) nomor ND-466/BC.04/2019 tanggal 14 Mei 2019 perihal Penghentian Pelayanan Dokumen CK-FTZ. Pembebasan cukai di FTZ resmi dicabut per 17 Mei 2019 lalu.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, terdapat potensi penerimaan negara dari cukai yang cukup besar yang hilang akibat berlakunya kebijakan pembebasan cukai di FTZ selama ini.


Berdasarkan analisis INDEF, potensi cukai yang dapat diterima jika kebijakan insentif FTZ dihapuskan mencapai sekitar Rp 1,3 triliun. Perhitungan penerimaan dari penghapusan pembebasan BKC Rokok pada empat kawasan FTZ yaitu Batam, Bintan, Tanjung Pinang, dan Karimun diperkirakan sebesar Rp 1,1 triliun.

"Perhitungannya dengan asumsi seluruh rokok berada pada kategori SKM golongan IIB karena proporsi pasar SKM dominan di Indonesia dan golongan IIB merupakan golongan yang terendah di kategori SKM dengan tarif cukai Rp 370," terang Enny dalam Diskusi Publik INDEF, Selasa (21/5).

Sementara, pada Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA), perhitungan potensi penerimaan cukai MMEA didasarkan pada golongan yang terendah yaitu golongan A di mana tarif cukai yang dikenakan sebesar Rp 15.000 per liter. Analisis perhitungan penerimaan ini hanya berbasis pada data dari BP Batam, kata Enny.

"Melalui hasil analisis tersebut, potensi penerimaan negara dari pembebasan kebijakan insentif cukai di kawasan Batam ini diperkirakan sebesar Rp 173,16 miliar per tahun," katanya.

Adapun Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Nirwala Dwi Heryanto belum dapat menyampaikan hasil perhitungan potensi versi Ditjen Bea dan Cukai selaku regulator. Namun, ia mengatakan perhitungan potensi yang dilakukan KPK dan INDEF terbilang cukup tepat lantaran menggunakan asumsi kuota rokok dan MMEA non-cukai yang berlaku saat ini.

"Kami di DJBC juga sedang menghitung. Kurang lebih, ya,memang segitu Rp 1,1 triliun. Tapi ini kan sudah pertengahan tahun, jadi potensinya untuk penerimaan tahun ini sekitar setengahnya lah. Itupun kalau semuanya mau membayar cukainya," kata Nirwala.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .