Beberapa Emiten Blue Chip Terlempar dari Top 10 Market Cap, Ini Kata Analis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peta kapitalisasi pasar (market cap) terbesar di bursa kembali berubah. Selama tiga tahun terakhir, terdapat beberapa saham yang bergeser dari posisi top ten saham berkapitalisasi pasar terbesar.

Terdapat beberapa saham yang bergeser dari posisi tersebut. Melansir RTI, per 30 September 2023, market cap PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) sebesar Rp 132,76 triliun,  PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) mencapai Rp 83,48 triliun, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) sebesar Rp 35,52 triliun, dan  PT Bank Jago Tbk (ARTO) sebesar Rp 32,29 triliun.

Sedangkan yang saat ini masih menduduki market cap tertinggi atau masuk dalam jajaran di ranking 10 salah satunya yaitu, BBCA dengan market cap mencapai Rp 1.083 triliun atau 9,78% dari total market cap bursa. Lalu, BREN dengan market cap Rp 910 triliun atau 8,21% dari total market cap bursa.


Baca Juga: Dua Dekade Saham BRI (BBRI) Resmi Go Public, Harganya Naik 61,5 Kali Lipat

Sedangkan yang saat ini masih menduduki market cap tertinggi atau masuk dalam jajaran di ranking 10 salah satunya yaitu, BBCA dengan market cap mencapai Rp 1.083 triliun atau 9,78% dari total market cap bursa. Lalu, BREN dengan market cap Rp 910 triliun atau 8,21% dari total market cap bursa.

Disusul oleh BBRI dengan market cap yang mencapai Rp 788 triliun atau 7,10% dari total market cap bursa, BYAN dengan market cap mencapai Rp 653 triliun atau 5,95% dari total market cap bursa, dan BMRI dengan market cap Rp 543 triliun atau 4,94% dari total market cap bursa.

Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan menjelaskan penyebab terjadinya pergerseran tersebut dikarenakan harga saham yang stagnan atau bahkan menurun, sementara saham lainnya tumbuh agresif, seperti salah satunya BREN dan AMMN.

Baca Juga: Dua Dekade Saham BRI (BBRI) Resmi Go Public, Harganya Naik 61,5 Kali Lipat

"Harga sahamnya stagnan atau turun dipengaruhi juga oleh performa fundamental  perusahaan dan juga euforia sektor yang menurun," kata Alfred kepada Kontan.co.id, Selasa (21/11).

Menurutnya, performa fundamental ada yang disebabkan dari kondisi sektoral, normalisasi harga komoditi, sementara eforia seperti penurunan minat pasar terhadap saham berbasis teknologi dan saham UNVR.

 
UNVR Chart by TradingView

"UNVR dahulu termasuk saham yang superior dalam hal valuasi PE dan PBV, kini valuasinya sudah mulai mendekati atau menyesuaikan dengan industri," tuturnya.

Adapun Alfred menambahkan, karena pergeseran tersebut masih didasari oleh faktor fundamental berupa performa keuangan, jadi ke depannya masih bergantung pada performa setiap emiten di tahun depan.

Baca Juga: Sejumlah Emiten Ini Keluar Dari 10 Besar Market Cap BEI, Simak Rekomendasi Analis

Selain sentimen market berupa Windows Dressing, sentimen individual juga masih menjadi katalis. Untuk ADRO, Alfred memproyeksikan masih memiliki potensi dividen yield yang cukup besar hingga 18%-20%. 

Sementara ARTO, perlahan-lahan konsistem menghasilkan pertumbuhan laba dalam dua tahun. Untuk ADRO secara year to date (ytd) sudah terkoreksi -32,2% dan ARTO terkoreksi -37,4%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli