Beberapa pemain asuransi belum menerapkan PSAK 71



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah merilis Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) baru. Ini merupakan bagian dari usaha otoritas untuk mengadopsi sistem dari International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh otoritas akuntan internasional, International Accounting Standard Board (IASB).

PSAK 71 misalnya, mengatur mengenai instrumen keuangan. Namun beberapa pemain asuransi mengakui belum menerapkan PSAK 71 ini.

Ambil contoh PT Capital Life Indonesia Robin Winata selaku Direktur Capital Life mengatakan PSAK 71 baru saja mau dijalankan simulasi ini. "Dampak PSAK 71 untuk Capital Life dari sisi pencatatan premi yang mungkin akan sama sekali berbeda," ujarnya, Minggu (19/5).


Namun, secara bertahap Capital Life akan membuat laporan berdasarkan versi PSAK dengan yang ada selama ini untuk proses transisi. Selanjutnya capital life akan mempunyai sarana pelaporan dan menyiapkan langkah-langkah setelah laporan PSAK itu dibuat.

Adapun perolehan premi dari Capital Life hingga saat ini mencapai Rp 3,5 triliun. Jumlah tersebut mayoritas dari kanal distribusi bancassurance, sisanya dari asuransi kredit dan kumpulan. Robin menargetkan perolehan premi hingga akhir tahun ialah Rp 9,9 triliun.

Pemain lainnya yaitu PT Asuransi Allianz Life Indonesia hingga saat ini juga belum menerapkan PSAK 71 (instrument keuangan) seperti perusahaan Asuransi pada umumnya. Penerapan PSAK 71 akan berbarengan dengan PSAK 74 (kontrak Asuransi) yang saat ini masih dalam bentuk Eksposure Draft.

Allianz Life akan menerapkan sesuai dengan tanggal yang akan ditetapkan oleh Dewan Akuntansi Indonesia. "Namun demikian kalau diakses pun saat ini, tidak ada signifikan perubahan, hanya berpengaruh pada Pengungkapan di laporan keuangan," ujar Meylindawati Tjoa, Chief Finance Officer Allianz Life Indonesia, kepada Kontan.co.id.

Asal tahu saja, selain soal klasifikasi aset keuangan, salah satu poin penting PSAK 71 adalah soal pencadangan atas penurunan nilai aset keuangan yang berupa piutang, pinjaman, atau kredit.

Berdasarkan standar akuntansi baru ini, artinya, korporasi harus menyediakan cadangan kerugian atas penurunan nilai kredit (CKPN) untuk semua kategori kredit atau pinjaman, baik itu yang berstatus lancar (performing), ragu-ragu (underperforming), maupun macet (non-performing).

Imbasnya, korporasi mesti menyediakan nilai pencadangan atas kredit atau piutang tak tertagih lebih besar dibandingkan sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto